SELAMAT DATANG DI BLOG ASUHAN KEPERAWATAN SEMOGA BERMANFAATKADEK WAHYU ADI PUTRAASUHAN KEPERAWATAN GRATIS

Friday 30 March 2012

Askep Anemia Pada Anak


ASKEP ANEMIA PADA ANAK
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
      ↓
viskositas darah menurun
      ↓
resistensi aliran darah perifer
      ↓
penurunan transport O2 ke jaringan
      ↓
hipoksia, pucat, lemah
       ↓
beban jantung meningkat
       ↓
kerja jantung meningkat
       ↓
payah jantung

Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper

Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
1. Anemia aplastik
Penyebab:
· agen neoplastik/sitoplastik
· terapi radiasi
· antibiotic tertentu
· obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
· benzene
· infeksi virus (khususnya hepatitis)
                                      ↓
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
                                     ↓
         Gangguan sel induk di sumsum tulang
                                     ↓
  Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
                                    ↓
                             Pansitopenia
                                   ↓
                     Anemia aplastik
Gejala-gejala:
· Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
· Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik

2. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
· Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
· Hematokrit turun 20-30%
· Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin

3. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan

4. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
                  ↓
         gangguan eritropoesis
                  ↓
  Absorbsi besi dari usus kurang
                   ↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
                   ↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
5. Anemia megaloblastik
Penyebab:
· Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
· Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
                         ↓
       Sintesis DNA terganggu
                        ↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
                       ↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
                       ↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi

6. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
· Pengaruh obat-obatan tertentu
· Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
· Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
· Proses autoimun
· Reaksi transfusi
· Malaria
                    ↓
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
                    ↓
Antigesn pada eritrosit berubah
                    ↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
                    ↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
                    ↓
Anemia hemolisis

Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.

Kemungkinan Komplikasi yang muncul
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
o Gagal jantung,
o Parestisia dan
o Kejang.

Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
o Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
o Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
o Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.

Terapi yang Dilakukan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
o Transplantasi sumsum tulang
o Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
o Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
o Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
o Dicari penyebab defisiensi besi
o Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian Keperawatan
a. Usia anak: Fe ↓ biasanya pada usia 6-24 bulan
b. Pucat
รผ pasca perdarahan
รผ pada difisiensi zat besi
รผ anemia hemolistik
รผ anemia aplastik
c. Mudah lelah
Kurangnya kadar oksigen dalam tubuh
d. Pusing kepala
Pasokan atau aliran darah keotak berkurang
e. Napas pendek
Rendahnya kadar Hb
f. Nadi cepat
Kompensasi dari refleks cardiovascular
g. Eliminasi urnie dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine
Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormaon renin angiotensin aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi urine
h. Gangguan pada sisten saraf
Anemia difisiensi B 12
i. Gangguan cerna
Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut, mual, muntah dan penurunan nafsu makan
j. Pika
Suatu keadaan yang berkurang karena anak makan zat yang tidakbergizi, Anak yang memakan sesuatu apa saja yang merupakan bukan makanan seharusnya (PIKA)
k. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung)
l. Suhu tubuh meningkat
Karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan iskemik
m. Pola makan
n. Pemeriksaan penunjang
- Hb
- Eritrosit
- Hematokrit
o. Program terafi, perinsipnya :
- Tergantung berat ringannya anemia
- Tidak selalu berupa transfusi darah
- Menghilangkan penyebab dan mengurangi gejala

Nilai normal sel darah
Jenis sel darah
1. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5 Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
2. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5 (12,5 – 15), 8 – 12 Tahun 14 (13 – 15,5).
3. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun 8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000, 8 – 12 Tahun 260.000
4. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.

II. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
2. Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat: kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
3. Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang

III. RENCANA
1) Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
Rencana Tindakan:
1. Monitor Tanda-tanda vital seperti adanya takikardi, palpitasi, takipnue, dispneu, pusing, perubahan warna kulit, dan lainya
2. Bantu aktivitas dalam batas tolerasi
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan meningkatkan istirahat
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
5. Monitor tanda-tanda vital dalam keadaan istirahat
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat : kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
Rencana Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (fe) seperti makanan daging, kacang, gandum,
sereal kering yang diperkaya zat besi
2. Berikan susu suplemen setelah makan padat
3. Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat,
fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi berikan bersama jeruk
4. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus jeruk
5. Berikan multivitamin
6. Jangan berikan preparat Fe bersama susu
7. Kaji fases karena pemberian yang cukup akan mengubah fases menjadi hijau gelap
8. Monitor kadar Hb atau tanda klinks
9. Anjurkan makan beserta air untuk mengurangi konstipasi
10. Tingkatkan asupan daging dan tambahan padi-padian serta sayuran hijau dalam diet
3) Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang
Rencana Tindakan:
1. Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan prosedur diagnosis
2. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah
3. Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan membantu aktivitas anak
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan
5. Berikan darah, sel darah atau trombosit sesuai dengan ketentuan, dengan
harapan anak mau menerima

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006

Tuesday 27 March 2012

ASKEP NEUROBLASTOMA


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN NEUROBLASTOMA
A. DEFINISI
Neuroblastoma berasal dari embrionyc neural crest dan kelenjar adrenal merupakan tempat yang sering terkena, tumor ini mempunyai keganasan yang tinggi pada bayi dan anak. Biasanya di temukan pada anak usia 2-4 tahun (prof. DR Iskandar W, 1985).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang terjadi pada system persarafan yang berasal dari sel-sel saraf yang terdapat paa medula adrenal dan system saraf simpatik (Sumadi. 2001).
B. ETIOLOGI
Penyebabnya tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan faktor keturunan karena pada sel-sel tumor ditemukan kelainan genetik tertentu.
C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel kanker yang berasal dari medula adrenal dan system saraf simpatik berploriferasi,menekan jaringan sekitarnya, kemudian menginfasi sel-sel normal disekitarnya.
Tahap-tahap pada neuroblastoma:
· Tahap I : tumor terlokalisasi pada daerah asal tumor, nodus limfe belum terkna
· Tahap II : tumor unilateral, nodus limfe belumterkena
· Tahap III : tumor menginfiltrasi kearaah tengah, tumor unilateral dengan terkenanya nodus limfe, tumor mengenai seluruh nodus limfe.
· Tahap IV : tumor menginvasi nodus limfelebih jauh, mengenai tulang sumsum tulang, hati dan organ lain.
· Tahap IV-S : tumor dengan cirri tahap I atau II tetapi dngan metastase pada hati, sumsum tulang atau kulit.simpatis
Neuroblastoma berasal dari sel Krista neuralis system saraf dan karena itu dapat timbul dimanapun dari fossa kranialis sampai koksik. Secara histologis, Neuroblastoma terdiri atassel bulat kecil dengan granula yang banyak
D. MANIFESTASI KLINIS
Neuroblastoma bisa tumbuh di berbagai bagian tubuh. Kanker ini berasal dari jaringan yang membentuk sistem saraf simpatis (bagian dari sistem saraf yang mengatur fungsi tubuh involunter/diluar kehendak, dengan cara meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, mengkerutkan pembuluh darah dan merangsang hormon tertentu).
Gejalanya tergantung kepada asal tumor dan luas penyebarannya.
Gejala awal biasanya berupa perut yang membesar, perut terasa penuh dan nyeri perut. Gejalanya juga bisa berhubungan dengan penyebaran tumor:
Kanker yang telah menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri tulang
Kanker yang telah menyebar ke sumsum tulang menyebabkan:
·                             Berkurangnya jumlah sel darah merah sehingga terjadi anemia
·             Berkurangnya jumlah trombosit sehingga anak mudah mengalami memar berkurangnya jumlah sel darah putih sehingga anak rentan terhadap infeksi
·             Kanker yang telah menyebar ke kulit bisa menyebabkan terbentuknya benjolan-benjolan di kulit

·      Kanker yang telah menyebar ke paru-paru bisa menyebabkangangguanpernafasan Kanker yang telah menyebar ke korda spinalis bisa menyebabkan kelemahan pada lengan dan tungkai.
Sekitar 90% neuroblastoma menghasilkan hormon (misalnya epinefrin, yang dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan terjadinya kecemasan).Gejala lainnya yang mungkin ditemukan;
ร˜ Kulitnya pucat
ร˜ Di sekeliling mata tampak lingkaran hitam
ร˜ Kelelahan menahun, kelelahan yang berlebihan berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
ร˜ Diare
ร˜ Rasa tidak enak badan (malaise) berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
ร˜ Keringat berlebihan
ร˜ Gerakan mata yang tak terkendali
ร˜ Rewel.
E. KOMPLIKASI
- Metastase
- Prognosis buruk


F. PEMERIKSAAN FISIK
ร˜ CT scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada, dan abdomen.
ร˜ Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.
ร˜ Analisa urine untuk mengetahui adanya vanillylmandelic aci (VMA). Homovillic acid (HVA), dapomine, norepinephrin.
ร˜ Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N-myc
ร˜ Meninngkatkan ferritin, neuron-specific enolase (NSE), gangnoside (GD2)
G. PENANGANAN
Adapun penanganannya antara lain adalah:
Pengobatan
Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada lokasi, penyebaran dan usia penderita. Jika kanker belum menyebar, biasanya diangkat melalui pembedahan.
Jika kanker berukuran besar atau telah menyebar, diberikan kemoterapi (obat anti-kanker vincristine, siklofosfamid, doksorubisin dan cisplastin) atau terapi penyinaran. Pemberian vitamin B12 dosis tinggi ada baiknya, walaupun belum diketahui pasti kegunaannya.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NEUROBLASTOMA
A. PENGKAJIAN
ร˜ Pemeriksaan fisik
ร˜ Riwayat penyakit
ร˜ Kaji adanya rasa nyeri, demam, kelemahan, berat badan menurun, anemia.
ร˜ Kaji adanya masa diabdomen, inkontinensia atau retensi urin, ekimosis pada supsaorbital, exoptalmus, paralysis akibat kompresi pada saraf spinal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak pengobatan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
4. Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostic, efek fisiologi neoplasma.



C. INTERVENSI
1.   Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak pengobatan.
Tujuan: Mempertahankan kemoterapi
Kriteria hasil: > Anak akan sembuh dari penyakit baik secara sebagian maupun secara keseluruhan dan anak tidak akan mengalami komplikasi dari kemoterapi
Perencanaan
ร˜ Memberikan kemoterapi sesuai dengan anjuran
ร˜ Siapkan anak dan keluarga apabila akan dilakukan pembedahan
ร˜ Observasi tanda-tanda cystitis
ร˜ Membantu anak dalam program radioterapi

2.    Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh
Tujuan: Meningkatkan system pertahanan tubuh.
Kriteria hasil: > Anak tidak akan memperlihatkan gejala-gejala infeksi
Perencanaan
ร˜ Memberikan vaksinasi dari virus yang tidak diaktifkan (misalnya varicella, polio salk, influenza)
ร˜ Kolaborasi untuk pemberian obat
3.    Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: Mengurangi mual dan muntah.
Kriteria hasil: Anak tidak akan mengalami mual atau muntah.
Perencanaan
ร˜ Kolaborasi untuk pemberian cairan infuse untuk mempertahankan hidrasi.
ร˜ Menghindari memberikan makanan yang memiliki aroma yang merangsang mual atau muntah
ร˜ Menganjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering.

4.    Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostic, efek fisiologi neoplasma.
Tujuan: Mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil: Anak tidak akan mengalami rasa nyeri atau nyeri dapat berkurang.
Perencanaan
ร˜ Memberikan teknik untuk mengurangi rasa nyeri nonfarmakologi.
ร˜ Kaji adanya kebutuhan klien untuk mengurangi rasa nyeri
ร˜ Evalasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri secara teratur untuk mencegah timbulnya nyeri yang berulang.
 
DAFTAR  PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.


ASKEP TETANUS


TETANUS

A. TINJAUAN TEORI

I.  Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani

II. Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

III. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Lanjutan

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa  sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

IV. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat

V. Manifestasi Klinik
-    Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
-  Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
-    Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat
-   Bila  periode”periode of  onset” pendek  penyakit  dengan  cepat     akan berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

VI. Penatalaksanaan Medik
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. netralisasi toksin
toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif
perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
1.  nutrisi dan cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien
- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus  berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1.      Semua pakaian ketat dibuka
2.      Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.      Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin  kebutuhan oksigen
4.      Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN  DENGAN TETANUS

I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi: pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus  ini meliputi :

a. Data subyektif
1.      Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.      Keluhan utama kejang
3.      Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5.      Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6.      Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7.      Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi  Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK    :  ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat  kencing.
BAB    :  ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b.  Data Obyektif
1.      Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2.      Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

c.  Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.      Darah
Glukosa Darah        :  Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
BUN                      :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit                 :  K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2.         Skull Ray                       :    Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3.         EEG                               :    Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.  

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.         Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
2.         Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
3.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4.         Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5.         Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

II. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan                 :  Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil        : 
1.      Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2.      klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3.      Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4.      Suhu 36 – 37,5 ยบ C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
5.      Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2.      tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman
3.      anjurkan klien istirahat
4.      sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
5.      lindungi klien pada saat kejang dengan :
-         longgarakn pakaian
-         posisi miring ke satu sisi
-         jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
-         kencangkan pengaman tempat tidur
-         lakukan suction bila banyak sekret
6.      catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
7.      sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8.      observasi efek samping dan keefektifan obat
9.      observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10.  lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
11.  kerja sama dengan tim :
-         pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
-         pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
-         pemberian oksigen tambahan
-         pemberian cairan parenteral
-         pembuatan CT scan

1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.








6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.




7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.


8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.



b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan              :  Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.
Kriteria Hasil    : 
1.         Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya
2.         klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
3.         klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.

INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga
2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang
4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur
1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.

3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.

6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.


2.3.4        Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.5        Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).


DAFTAR  PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.