BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Proses persalinan merupakan masa yang
paling kritis sepanjang kehidupan bayi. Perubahan minimal yang terjadi sebelum
atau pada saat persalinan, dapat berpengaruh buruk, tidak hanya bagi
berlangsungnya hidup bayi tetapi juga bagi perkembangan dan pertumbuhan bayi
selanjutnya, agar kelahiran bayi sesuai dengan yang diharapkan. Banyak risiko
besar yang berakibat fatal terhadap bayi. Salah satu masalah yang bisa dialami
oleh bayi baru lahir yaitu Asfiksia Neonatorum. Dimana bayi yang baru
lahir tidak dapat bernafas secara langsung (Mochtar, 1998). Karena Asfiksia
ini masih berpengaruh terhadap kualitas bayi, maka pemantauan jangka panjang
masih memperlihatkan kejadian kelainan neurologik dan gangguan kognitif yang tinggi.
Kelainan yang sering terjadi adalah gangguan tingkah laku, retardasi mental,
epilepsi atau kelainan fungsi cerebral. Bayi yang mengalami Asfiksia
Neonatorum bila tidak segera diberikan tindakan keperawatan, maka akan
berakibat fatal bagi kelangsungan hidupnya (Nadasuster.2003).
|
Menurut data dari
rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Praya, angka mortalitas bayi dengan kasus Asfiksia
Neonatorum cukup tinggi. Data terbaru untuk tiga tahun terakhir, yaitu pada
tahun 2006 terdapat 495 kasus dengan
klasifikasi laki-laki 273 orang dan perempuan 222 orang dengan angka
kematian 11 orang. Tahun 2007 menurun menjadi 401 kasus dimana laki-laki 234
orang dan perempuan 175 orang dengan angka kematian sebanyak 7 orang. Sedangkan
pada tahun 2008 meningkat menjadi 624 orang, laki-laki 285 orang dan perempuan
339 orang dengan angka kematian 10 orang.
Asfiksia
Neonatorum disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya faktor ibu, faktor janin, faktor plasenta, dan
faktor neonatus. Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Asfiksia
Neonatorum adalah hipoksia, hipotermi, infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA), prematuritas, dan gangguan perdarahan otak. Meskipun terjadi penurunan
jumlah angka kematian kasus Asfiksia Neonatorum namun kita harus tetap memperhatikannya,
karena bagaimanapun juga kasus Asfiksia Neonatorum merupakan salah satu
penyebab kematian pada bayi. Hal ini sering disebabkan karena banyak faktor,
misalnya kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan janin, efek teratogen dari
gaya hidup selama masa kehamilan, gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa
gizi ibu yang buruk (Nadasuster.2003).
Adapun upaya untuk menghindari asfiksia
neonatorum dapat dilakukan dengan mengurangi pemakaian obat-obat penenang atau
anastesi.Gizi ibu harus seimbang pada saat hamil, pemeriksaan antenatal
kehamilan secara rutin dapat mendiagnosa penyakit secara dini. Dari uraian diatas, penulis
merasa tertarik untuk mengambil salah satu kasus asfiksia neonetorum di Rumah Sakit Umum Derah Praya, yang disusun
dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Dengan Diagnosa Asfiksia Neonatorum
di Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Praya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : ” Bagaimanakah Penerapan
Asuhan Keperawatan Pada bayi Dengan Diagnosa Medis Asfiksia Nonatorum di Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Praya
?”.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Penullis dapat menerapkan
Asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Asfiksia Neonatorum dengan menggunakan proses pendekatan
keperawatan.
1.3.2 Tujuan
khusus
Penulis
mampu :
a.
Menjelaskan dan memahami konsep
tumbuh kembang, konsep hospitalisasi,dan konsep dasar penyakit Asfiksia neonatorum mulai dari
pengertian, penyebab, pathofisiologi, tanda dan gejala pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, komplikasi dan Konsep Asuhan Keperawatan Asfiksia neonatorum
b.
Melakukan pengkajian pada
pasien dengan diagnosa medis asfiksia
neonatorum
c.
Merumuskan diagnosa keperawatan
pada klien dengan diagnosa medis asfiksia
neonatorum
d.
Menyusun rencana keperawatan
pada klien dengan diagnosa medis asfiksia
neonatorum
e.
Melaksanakan tindakan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medis asfiksia neonatorum
f.
Melakukan evaluasi keperawatan
pada klien dengan diagnosa medis asfiksia
neonatorum
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis asfiksia neonatorum
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.4.1
Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini adalah metode deskriptif dengan jenis case study yaitu mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan asfiksia neonatorum (Nursalam, 2001)
Metode
yang digunakan dalam pengumpulan data pada Karya Tulis Ilmiah ini adalah :
a. Studi kepustakaan
Studi
kepustakaan adalah suatu metode menelaah dan menyusun literatur yang ada dan
sangat diperlukan dalam suatu penelitian termasuk dirumuskan dalam penelitian.
b. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah bagian terakhir dari pengkajian yang lengkap. Kelengkapan dan keakuratan
diperlakukan ketika mencatat data. Jika suatu hal tidak dicatat, maka hal
tersebut hilang dan tidak tersedia pada data dasar.
1.4.2 Teknik dan Pengumpulan Data
Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data pada Karya Tulis Ilmiah menurut nursalam 2001
adalah
a.
Wawancara
Wawancara adalah menyatakan atau Tanya jawab yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan
.Adapun data-data yang akan diperoleh melalui wawancara meliputi; identitas klien
dan penanggung jawab, riwayat penyakit keluarga, riwayat kesehatan lingkungan
serta data Bio-psiko-sosial dan spritual yang diperoleh dari klien atau
keluarga
b. Observasi
Observasi adalah mengamati prilaku dan keadaan klien untuk memperoleh
data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien .observasi memerlukan
suatu keterampilandisiplin dan praktik klinik sebagai bagian tugas dari
perawat.Kegiatan observasi meliputi : 2S HFT (sight, smell,hearing,feeling,dan
tester). Kegiatan tersebut mencangkup aspek; fisik, mental, dan spiritual.Pengumpulan
informasi melalui infeksi, palpasi,perkusi, dan auskultasi, disamping
menggunakan pemeriksaan sehingga diperoleh dan diharapkan data lebih lengkap,
hal-hal yang dapat diobservasisseperti keadaan umum tanda-etanda vital,buang
air besar,buang air kecil,dan lain-lain.
c.Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan atau pengkajian fisik
dalam keperawatan dipergunakan untuk memoeroleh data obyektif dari riwayat dari
keperawatan klien..Tujuan dari pengkajian fisik didalam keperawatan adalah
untuk menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehata dan
mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan keperawatan.Ada empat
teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu : insfeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi
1.
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang
silaksanakan secara sistematik.Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi
:ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, dan simetris.Pda inspeksi perlu
membandingkanhasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya
2.
Palpasi adalah suatu tekhnik yang menggunakan
indra peraba.Tangan dan jari-jari adalah suatu instrument yang sensitive dan
digunakan untuk mengumpulkan data,tentang ;Temparatur, turgor, bentuk,
kelembaban, dan vibrasi dan ukuran.
3.
Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan jalan
mengetuk untuk membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan
tubuhdengan tujuan mengasilkan suara.Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi
lokasi,ukurn, bentuk dan kosistensi jaringan .
4.
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop.
1.5 Tempat dan Waktu pelaksanaan
1.5.1. Tempat
Dilaksanakan
di Ruang Seruni Rumah Sakit Umum Praya.
1.5.1.
Waktu
Pengambilan
kasus Asfiksia neonatorum dilakukan
dari tanggal 04-06 Mei tahun 2010
1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari lima BAB yaitu :
BAB I,
adalah pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penulisan, metode dan tehnik pengumpulan data, tempat dan waktu serta
sistematika penulisan.
BAB II, adalah
Tinjauan Teori yang menguraikan tentang konsep dasar pertumbuhan dan
perkembangan,konsep hospitalisasi, konsep dasar Asfiksia Neonatorum mulai dari pengertian, anatomi fisiologi,
etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, penatalaksanaan dan
konsep Asuhan Keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan.
BAB III, Tinjauan kasus yang merupakan
aplikasi langsung pada klien by”M” sesuai kasus yang mengacu pada asuhan
keperawatan secara teoritis , meliputi 5
(lima) tahapan dalam proses keperawatan, perencanaan keperawatan, imflementasi
keperawatan dan evaluasi.
BAB IV,
Berisi tentang pembahasan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara teori
yang ada dengan aplikasi pelaksanaan asuhan keperawatan yang nyata ditemukan
dilapangan. Pembahasan dimulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan,pelaksanaan, dan evaluasi
BAB V,
Kesimpulan dan saran diangkat
berdasarkan kesenjangan antara landasan teori dan aplikasi kasus yang
meliputi : pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konsep Dasar Pertumbuhan dan Perkembangan
2.1.1 Pengertian
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah Bertambahnya jumlah sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif
dapat diukur (Hidayat,2005)
Pertumbuhan
adalah bertambah besar dalam aspek fisis akibat multiflikasi sel dan
bertambahnya jumlah zat interseluler (Staf Pengajar Kesehatan anak FKUI,1985 )
Pertumbuhan
(growth) berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang biasa diukur dengan ukuran berat (gram,pound,kilogram), ukuran
panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic ( retensi kalsium
dan nitrogen tubuh).(Soetjiningsih,1995)
Pertumbuhan
adalah perubahan dalam ukuran atau nilai yang memberikan ukuran tertentu dalam
kedewasaan.(Nelson,2000)
Pertumbuhan
adalah adalah suatu yang berhubungan
dengan masalah perubahan dalam besar,jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel,
organ maupun individu.(Markum,2002)
Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah
sel diseluruh bagian tubuh yang
secara kuantitatif dapat diukur (Whelly and Wong, 1999)
b. Perkembangan
Perkembangan adalah meningkatnya
kompleksitas tubuh, baik struktur maupun fungsinya (Short, 1994)
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses dirensiasi sel, jaringan
tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (Nursalam, 2001)
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan
(Soetjiningsih, 1998)
Perkembangan
adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui
tumbuh, kematangan, dan belajar (Whelly and Wong, 1999)
2.1.2. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan
Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan menurut soetjiningsih 1998.
a. Genetik
1) Perbedaan
ras,etnis, atau bangsa
Tinggi badan orang eropa akan
berbeda dengan orang Indonesia
atau bangsa lainnya, dengan demikian postur tubuh tiap bangsa berlainan.
2) Keluarga
Ada
keluarga yang cendrung mempunyai tubuh gemuk atau perawakan pendek.
3) Umur
Masa prenatal, masa bayi, dan masa
remaja merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan cepat dibandingkan dengan
masa lainnya.
4) Jenis Kelamin
Wanita akan mengalami masa prapubertas
lebih dahulu dibandingkan dengan laki-laki.
5) Kelainan
kromosom
Dapat
menyebabkan kegagalan pertumbuhan, misalnya sindroma Dwon.
b. Pengaruh
hormone
Pengaruh hormone sudah terjadi sejak
masa prenatal, yaitu saat janin berumur 4 bulan. Pada saat itu, terjadi
petumbuhan yang cepat. Hormone yang berpengaruh terutama adalah hormone
pertumbuhan somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari. Selain itu,
kelenjar tyroid juga menghasilkan kelenjar tiroksin yang beruna untuk
metabolisme serta maturasi tulang, gigi, dan otak.
c. Lingkungan
Lingkungan
merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkunan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan
lingkungan “bio-fisiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai
dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
Faktor
lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
1)
Faktor
lingkungan yang mempengruhi anak pada waktu masih didalam kandungan (Faktor
pranatl).
2)
Faktor
lingkungan yang mempengruhi tumbuh kembang anak setelah lahir (Faktor
postnatal).
2.1.3
Tahap Pertumbuhan Anak
Menurut soetjiningsih (1998), ada beberapa tahap pertumbuhan anak yaitu
:
a.
Berat Badan
Pada bayi yang lahir cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali,
pada hari ke 10 berat badan menjadi 2 kali berat badan pada waktu lahir. Pada
bayi umur 5 bulan menjadi 3 kali berat badan lahir pada umur 1 tahun.
Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama kehidupan kalau anak
mendapat gizi yang baik adalah berkisar antara 700-100 gram/bulan pada triwulam
1, 500-600 gram/bulan pada triwulan II, 350-450 gram/bulan pada triwulan III,
dan 250-350 gram/bulan pada triwulan ke IV. Berat badan dalam rumus
1) Lahir
= 3,2 kg
2-12 bulan = umur
(bulan)+9
2
2) 1-6
tahun = umur (tahun) x 2+8
3) 6-12
tahun = umur (tahun) x 7-5
b.
Tinggi badan
Tinggi badan rata-rata waktu lahir 50-80 cm secara garis besar tinggi
badan anak dapat diperkirakan
1) 1
tahun 1,5 x TB lahir
2) 4
tahun 2 x TB lahir
3) 6
tahun 2,5 x TB setahun
4)
13
tahun 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)
c.
Kepala
Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata 34 cm dan besarnya lingkar
kepala ini lebih besar dari lingkar dada pada anak umur 6 bulan lingkar kepala
rata-rata 34 cm, umur 1 tahun 47 cm, 2 tahun 49 cm dan dewasa 54 cm. jadi
pertambahan lingkar kepala pada 6 bulan pertama adalah 10 cm. 50% dari
penambahan lingkar kepala dari lahir sampai dewasa terjadi pada 6 bulan pertama
kedepan.
d. Gigi
Gigi pertama tumbuh pada umur 5-9 bulan, pada umur 1 tahun sebagian
besar anak mempunyai 6-8 gigi susu,
selama tahun kedua gigi tumbuh lagi 8 gigi, sehingga jumlah seluruhnya sekitar
14-16 gigi, dan pada umur 2 ½ tahun sudah terdapat 20 gigi susu.
e. Jaringan lemak
Selain otot-otot jaringan tempat juga menentukan ukuran dan bentuk tubuh
seseorang. Pertumbuhan jumlah sel lemak meningkat pada trimester III kehamilan
sampai pertengahan masa bayi pertumbuhan lemak melambat sampai anak berumur 6
tahun, anak kelihatan kurus/langsing, jaringan lemak akan bertambah lagi pada
anak perempuan umur 8 tahun dengan anak laki-laki umur 10 tahun sampai
menjelang awal pubertas.
f. Organ-organ tubuh
Pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti potongan sendiri secara umum
terdapat 4 pola pertumbuhan organ.
1) Pola umum (general pattern) yang
meliputi tulang panjang, otot sklet, system pencernaan,pernapasan, perdarahan,
dan volume darah.
2) Pola Neural (Brain dan bend pattern)
Perkembangan otot bersama-sama tulang
tengkorak yang melindunginya, mata dan telinga berlangsung lebih dini.
3) Pola limpoid (Limpoid pattern)
Agak berbeda dengan bagian tubuh lainnya. Pertumbuhan mencapai maksimum
sebelum adolesensi kemudian menurun hingga mencapai ukuran dewasa.
4) Pola genital (reproductive pattern)
Pada anak laki-laki, pada tinggi badan dimulai dari kira-kira setahun
setelah pembesaran testis dan mencapai puncak pada tahun berikutnya. Bila
pertumbuhan penis mencapai maksimum dan rambut pubis pada stadium 3-4 pada anak
perempuan tanda pubertas pertama pada umumnya adalah pertumbuhan payudara
stadium 2 atau disebut “breast bed” yaitu terdiri dari penonjolan putting
disertai pembesaran areola mamae sekitar umur berupa masing-masing individu
mengalaminya rata-rata pada umur 10,5-15,5 takut.
2.1.4
Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan
a Tumbuh kembang adalah
proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai maturitas atau dewasa, yang
dipengruhi oleh factor bawaan dan lingkungan.
b Dalam periode
tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju
tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ
c Pola
perkembangan anak adalah sama pada semua
anak, tetapi kecepatannya
berbeda antar anak satu dengan lainnya.
d Perkembang
erat hubungannya dengan maturasi system susunan saraf.
e
Aktifitas seluruh tubuh diganti respons individu yang khas.
f
Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal.
g Refleks primitive seperti reflex
memegang dan berjalan akan menghilang
sebelum gerekan volunier tercapai.
2.1.5 Perkembangan psikososial.
Menurut Sigmun Freud dalam Suryanah
1996 yaitu
a. Pengertian
Perkembangan psikososial adalah suatu proses pertambahan pematangan
fungsi struktur tubuh serta kejiwaanyang menimbulkan dorongan untuk mencari
stimulus dan kesenangan secara umum termasuk didalamnya dorongan untuk menjadi
dewasa.
b. Pembagian
tahap perkembangan psikososial
1) Fase
oral (lahir -1 tahun)
a) Fokus
primer dari ekstensi bayi adalah pada mulutnya.
b) Bayi
memperoleh kesenangan, kepuasan, kenikmatan dan kebahagiaan ada pada mulut,
misalnya menghisap, menelan, memainkan bibir, makan kenyang, tidur mengunyah
serta bersuara.
c)
Menggit,
mengeluarkan air liur, marah dan menangis bila tidak terpenuhi
d)
Bayi
sangat terganggu dan tidak berdaya.
e)
Dasar
perkembangan mental yang sehat sangat bergantung dari hubungan ibu dan bayi.
Pada pase ini terjadi
oral, artinya suatu pengalaman buruk tentang masalah makan dan menyepih yang
akan menyebabkan bayi terfiksasi sehingga kelak diperilakunya hanya terarah
untuk mencari kepuasan yang tidak diperoleh pada fase oral
2) Usia
bermain (anal) (1-3 tahun)
a)
Kepuasan
ada pada ekitar anus.
b)
Daerah
anal aktifitas yang meliputi pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido
yang penting selama tahun kedua kehidupan.
c) Anak
mulai menunjukan keakuaannya.
d) Sikapnya
sangat nursistik (cinta terhadap dirinya sendiri)
e) Mulai
belajar kenal dengan tubuhnya sendiri dan mendapatkan pengalaman autoerotiknya
(merasa lega atau nikmat dari dirinya)
f) Senang
dapat melakukan BAB + BAK sendiri dan melakukannya dengan mempermainkannya
untuk mengontrol pengeluaran.
3) Fase
Falic/Oedipal (3-5 tahun)
a) Kepuasan
bila memegang alat genetal
b)
Biasanya
senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda
c)
Usia
3 tahun anak mulai melakukan ransangan autoerotic (meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah erogennya).
d)
Dekat
dengan orang tua yang lawan jenis
(1)
Oedifus
kompleks (anak laki-laki lebih dekat dengan ibunya oleh karena perasaan
cinta/tertarik dan menjauhi ayahnya.
(2)
Elektra
kompleks (anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya karena rasa cinta).
(3) Egosentris
(4) Bersaing
dengan orang tua sejenisnya
(5) Mempertahankan
keinginan
e) Fase
laten (6-12)
(1) Fase
tenang
(2) Priode
integrasi, dimana anak harus berhadapan dengan berbagai tuntunan social
(pertumbuhan intelektual dan social) hubungan kelompok
(3)
Anak
tertarik dengan teman segroup (kelompok sebayi).
(4) Dorongan
libido mereda sementara.
(5) Erotik
zora berkurang.
f)
Fase
genetal (lebih dari 12 tahun)
(1) Pemusatan
seksual pada genetal
(2) Bertanggung
jawab pada dirinya sendiri
(3)
Anak
harus menghadapi berbagai perkembangan yang kompleks
(4)
Anak
diharapkan bisa beriaksi sebagai orang dewasa, sedangkan sebenarnya ia masih
dalam masa transisi
(5)
Kebutuhan
seksual dibangkitkan kembali yang mengarah pada perasaan cinta yang matang
terhadap lawan jenis
g) Struktur
Keperibadian
ID : sejak
lahir, menurut prinsip kesenangan atau pokoknya senang
Ego : umur 1
tahun sejak kenal ibu, hasil kompromi ID dan super ego, penampilan keluar
Euper ego :
umur 5,5 tahun, menganut aturan atau laranga
2.1.6 Perkembangan
Mental
Perubahan pada bayi baru lahir sampai
berdiri sendiri pada masa dewasa terjadi dalam beberapa tingkat yaitu :
a.
Bayi
yang masih menyusui sampai usia 1 tahun
b. Umur
1- 4 tahun
Disini sifat ketergantungan pada orang dewasa sudah berkurang, sudah
bisa menguyarakan keinginannya dengan bahasa. Tinggal bisa dimengerti sama orang lain sehingga
kebutuhannya mudah terpenuhi. Anak akan mengalami pertentangan dengan orang tua
terutama ibunya karena anak mengetahui kepentingannya sendiri, dan tidak
mengenal kepentingan orang lain.
c.
Umur
5-7 tahun ini adalah masa anak di TK
Disini anak mendapatkan
pendidikan lebih banyak lagi sehingga dunia luarnya lebih luas lagi, ia akan
selalu bertanya karena ingin tahu kemampuan melihat, menerima. Pengertian masih
terbatas. Cara berfikir mulai meningkat pada hal yang tampak nyata dan yang
dialami sendiri. Pada masa ini keterampilan mempunyai peran yang penting karena
sebagian dari permainan dan aktifitas di taman kanak-kanak memerlukan
keterampilan.
d. Umur
7-11 tahun Sudah mului berfikir, harus bisa berdiri sendiri, sudah mulai
memperhatikan corak kelakuan lainnya yaitu ayah harus bekerja dan berhubungan
dengan dunia luar dilingkungan keluarga, hal ini berarti bahwa laki-laki harus
dapat berdiri sendiri dan hanya kadang-kadang saja bergantung pada orang lain.
e. Pubertas
dan Remaja (11-19 tahun)
Disini terjadi proses pematangan
seksusl. Istilah pubertas berasal dari kata “pubercere” yang artinya menjadi matang, sedangkan adolescence yang berasal dari kata “adolescare” yang berarti menjadi dewas
2.2. Hospitalisasi
2.2.1 Pengertian
Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh strees baik bagi anak maupun keluarganya.
Stressor utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan
kendali, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh
perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit dan perpisahan, diagnosis
penyakit, system dukungan, koping terhadap strees, sedangkan stressor keluarga
dapat berupa rasa takut, cemas, bersalah, tidak percaya bila anak sakit dan
frustasi (Nursalam, dkk, 2001).
2.2.2 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi Berdasarkan
Tahap Perkembangan
Reaksi anak terhadap sakit dan dirawat dirumah sakit dipengaruhi oleh
perkembangan dan usia, pengalaman sebelumnyatehadapsakit dan dirawat dirumah
sakit, support system yang tersedia serta keterampilan koping dalam menangani
strees.
a. Reaksi
anak berdasarkan tahap perkembangan
1) Bayi
(0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orangtua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sanyangnya dapat terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat. Pada bayi usia 8
bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang berbeda dengan
dirinya.
2) Todler
(1-3 tahun)
Todler belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang memadai
dan pengertian tehadap realitas terhadap, hubungan anak dengan ibu sangat dekat
sehingga perpisahan dengan ibu akan menmbulkan rasa kehilangan orang yang
terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan
perasaan tidak aman dan rasa cemas.
3) Usia
Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat dirumah sakit akan mrasa khwatir tehadap
perpisahan terhadap sekolah dan teman sebayanya, takut akan kehilangan
keterampilan, merasa kesepian dan sendiri.
4) Usia
Remaja
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat dirumah sakit adalah
akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya atau kelompok, anak tidak merasa
takut berpisah dengan orangtua tetapi takut kehilangan status dan hubungan
dengan teman sekelompok.
b. Respon
prilaku anak akibat perpisahan dibagi 3 tahap yaitu :
1) Tahap
protes (protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang tahu bahwa
iya tidak ingin ditinggalkan orangtuanya serta menolak perhatian orang lain
2) Tahap
putus asa (despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang tidak aktif,
kurang minat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, sedih dan
apatis.
3) Tahap
menolak/ denial (Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan menerima
hubungan dangkal dengan orang lain serta menyukai lingkungan.
2.2.3
Reaksi Keluarga Terhadap Anak dengan
Hospitalisasi
Reaksi keluara terhadap anak dipengaruhi oleh banyak factor keseriusan
penyakit, pengalaman sakit, serta support system yang ada, reaksi dapat muncul
pada orang maupun saudaranya.
a. Reaksi
orang tua
Orang tua akan mengalami strees jika
anaknya sakit dan harus dibawa kerumah sakit kecemasan akan meningkat jika
mereka kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya
terhadap masa depan anak.
b. Reaksi
sibling
Reaksi sibling terhadap
anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah marah, cemburu, benci dan
bersalah orang tua sering kali mencurahkan perhatiannya lebeh besar terhadap
anak yang sakit, hal ini akan menimbulkan rasa cemburu pada anak yang sehat dan
anak merasa sakit.
2.2.4. Peran perawat dalam mengurangi stress akibat hospitalisasi
Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan
efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah
meminimalkanstessor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau
rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu
perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi.
2.2.5. Bermain untuk mengurangi stress
akibat hospitalisasi
Bermain penting untuk kesehatan mental,
emosional dan sosial. Oleh karena itu sangat penting adanya ruang bermain bagi
anak untuk memberikan rasa aman dan menyenangkan. Dalam pelaksanaan aktifitas
bermain di rumah sakit dan permainan yang sesuai dengan usia atau tingkatan
tubuh kembang anak. Sehingga tujuan bermain yaitu untuk mempertahankan peroses
tubuh kembang dapat dicapai secara optimal
2.3. Konsep
Dasar Penyakit Asfiksia Neonatorum
2.3.1
Pengertian
Asfiksia
neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir ( Subianto,2009).
Asfiksia Neonatorum adalah
keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir ( idaanggrek.2005).
Asfiksia adalah
perubahan patologis yang disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam udara
pernapasan, yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia (Dorland, 2002).
Asfiksia
Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas brnapas
secara spontan dan teratur setelah lahir (Wikenjosastro, Hanifa,2002 ).
Asfiksia
adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan dalam paru-paru yang
mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia (Mansjoer A,2000).
2.3.2 Anatomi
Fisiologi
a. Anatomi
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pernafasan
Dikutip dari : Putz Pabst, 2000, Atlas
Anatomi Manusia Sobotta
Keterangan Gambar :
1.
Hidung
2.
Naso laring
3.
Palatum
4.
Orofaring
5.
Lidah
6.
Tulang Hyoid
7.
Laring
|
8.
Trakea
9.
Paru - paru
10.
Bronkus
11.
Pleura
12.
Ruang Jantung
13.
Diafragma
|
b. Fisiologi
1)
Hidung
Hidung merupakan
saluran udara yang pertama,mempunyai dua
lubang(kavum nasi) ,dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi ). Didalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotor-kotoran
yang masuk ke dalam lubang hidung.
a)
Bagian luar terdiri dari kulit
b)
Lapisan tengah terdiri dari
otot-otot dan tulang-tulang rawan
c)
Lapisan dalam terdiri dari
selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis),
yang berjumlah 3 :
(1) Konka
nasalis imferior ( karang hidung bawah )
(2) Konka nasalis media (
karang hidung bagian bawah )
(3) Konka nasalis superior (
karang hidung bagian atas )
Diantara konka-konka ini
terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior (lekukan bagian atas),
meatus medialis ( lekukan bagian tengah), dan meatus imperior ( lekukan bagian
bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam
terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini disebut koana.
Fungsi Hidung
a). sebagai saluran udara
pernapasan
b). sebagai
penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
c). dapat menghangatkan udara
pernapasn oleh mukosa
d). membunuh kuman-kuman yang
masuk
Rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, dilapisi
oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lender semua sinus yang mempunyai lubang
masuk kedalam rongga hidung.Daerah pernapasan dilapisi epitelium selinder dan
sel epitel berambut antaramengandung sel lender.
2). Faring = Tekak
Adalah pipa
berotot yang berjalan dan dasar tengkorak sampai persambungan dengan usofagus
pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (naso-farinx),
dibelakang mulut (oro-farinx), dan dibelakang larinx (farinx-laringeal). Farinx
merupakan tempat persimpangan anatra jalan pernapasan dengan jalan
makanan.Terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang ruas tulang leher
Hubungan farinx dengan organ-organ
lain : ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmis Fausium.Ke bawah terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan dan
tekak. Disebelah belakang terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berpungsi
menutup laringpada waktu menelan makanan.(Pearce,1971)
3). Laring (pangkal tenggorok)
Gambar 2.2 laring
Dikutip dari : Teguh subianto.blogspot.com
Merupakan saluran udara yang bertindak sebagai
pembentukan suara terletak dibagian depan faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk kedalam terkea dibawahnya.Pangkal tenggorok ini ditutup
oleh sebuah empang tenggorok yang disebut efiglotis, yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutup
laring.
Laring terdiri dari lima tulang rawan antara lain ;
a)Kartilago tiroid (1 buah) depan jakum
(adam’s aple),sangat jelas terlihat pada pria
b)
Kartilago
ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
c)Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk
cincin
d)
Kartilago efiglotis(1 buah)
Laring dilapisi oleh selaput lender, kecuali pita suara
dan bagian efihglotisyang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.Pita suara
suara ini berjumlah 2 buah ; dibagian atas adalah pita suara palsu dan tidak
mengelurkan suara yang disebut dengan ventrikularis.Dibagian bawah adalah pita
suara sejati yang membentuk suara yang disebut vokalis, terdapat 2 buah
otot.oleh 2 buah otot ini maka pita suara dapat bergetar dengan demikian pita suara (rima glotidis) dapat melebar dan
mengecil, sehingga disini terbentuklah suara.Terbentuknya suara merupakan hasil
dari kerja sama antara rongga mulut , laring, lidah, dan mulut.
4) Batang tenggorok ( Trakea )
Merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang terbentuk seperti kuku kuda ( huruf c ). Sebelah dalam diliputi aleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergeerak
kearah luar. Panjang trakea9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi oleh otot polos. Trakea berjalan dari larynx samapi kira-kira
ketinggian vertebra torakalis kelima ditempat ini bercabang menjadi dua
bronchus (bronchi) sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda
asing yang masuk bersama-sana dengan udara pernapasan,yang memisahkan trakea
menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina
5). Bronkus
Terbentuk
dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis ke-IV
dan ke-V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilpisi dengan jenis sel
yang sama. Bronkus berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tumpuk paru-paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut
bronkus lobus atas, cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat bawah arteri
disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dari yang kanan dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang
yang berjalan ke lobus atas dan bawah
7). Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang
sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari
sel-sel epitel dan endotel. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah paru-paru kiri dan kanan. Pertukaran O2 dan CO2
terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan externa;
oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana O2
masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler
pulmoner, alveoli memisahkan O2 dari darah, O2 menembus
membran diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung, dari jantung dipompakan
ke arah tubuh.
2.3.3 Etiologi
Etiologi asfiksia neonatorum Menurut hanifa wiknjosastro (2002) yaitu :
Faktor-faktor yang timbul
dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan
anoksia dan hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi.faktor-faktor yang
mendadak ini terdiri atas
- Faktor-faktor dari pihak janin seperti :
1) Ganguan aliran darah dalam tali pusat
karena tekanan tali pusat
2) Defresi pernapasan karena obat-obat
anastesi analgetik yang diberikan kepada ibu, pendarahan intra kranial, dan kelainan
bawaan ( hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan , hipoplasia
paru-paru dll.
b. Faktor-faktor dari pihak ibu
1) Gangguan HIS
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena
pendarahan misalnya pada plasenta previa
3) Hipertensi pada eklanpsia
4) Gangguan mendadak pada plasenta
c.
Faktor
Neonatus
1)
Trauma persalinan, perdarahan
rongga tengkorak.
2)
Kelainan bawaan, hernia
diafragmatik atresia atau stenosis jalan nafas
2.3.4 Pathofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir
tergantung pada kondisi janin pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan Asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan akan terjadi usaha
bernafas pertama (primary gasping) yang kemudian akan berlanjut
pernafasan teratur. Sifat Asfiksia yang ringan ini tidak berpengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau transportasi O2 selama kelahiran atau
persalinan, maka terjadilah Asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh, kerusakan dan gangguan ini dapat membaik atau
tidak, tergantung pada berat dan dalamnya Asfiksia. Asfiksia yang
terjadi dimulai dengan suatu periode apnea (berhenti bernafas), disertai dengan
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha
bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita Asfiksia
berat usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya ada dalam periode
apnea.
Pada tingkat
ini di samping perlahannya frekuensi jantung ditemukan pula penurunan tekanan
darah. Disamping itu ada perubahan klinis yang akan terjadi berupa gangguan
metabolisme dan perubahan pertukaran gas oksigen (O2) mungkin hanya
menimbulkan asidosis resfiratorik meningginya tekanan oksigen (O2)
dalam darah dan bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme anaerobic yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya asidosis
metabolic, selanjutnya terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan yang
terjadi dapat menimbulkan kematian atau kehidupan dengan gejala sisa (squele).
Mengenal
dengan tepat perubahan-perubahan di atas sangat penting, karena hal itu
merupakan manifestasi daripada tingkat Asfiksia. Tindakan yang dilakukan
hanya akan dapat berhasil dengan baik bila perubahan yang terjadi dikoreksi
secara adekuat. Dalam praktek, menentukan tingkat Asfiksia bayi dengan
tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinik yang cukup. Menentukan
beberapa kriteria klinik untuk menilai keadaan bayi baru lahir (nadasuster,
2003).
2.3.5 Penilaian Apgar Score
Penilaian
secara apgar ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas bayi baru
lahir. Patokan klinik yang dinilai adalah: (a) menghitung frekuensi jantung,
(b) melihat usaha bernafas, (c) melihat tonus otot, (d) menilai refleks
terhadap rangsangan, (e) memperhatikan warna kulit. Untuk lebih jelasnya
mengenai penilaian secara apgar terdapat pada tabel di bawah ini (Sofyan,
2001).
Tabel. 2.1. Daftar penilaian keadaan bayi secara penilaian apgar
Tanda
|
0
|
1
|
2
|
Jumlah Nilai
|
Frekuensi jantung
|
Tidak ada
|
< 100 x/mnt
|
> 100 x/mnt
|
|
Usaha bernafas
|
Tidak ada
|
Lambat, tidak teratur
|
Menangis kuat
|
|
Tonus otot
|
Lumpuh
|
Extremitas fleksi sedikit
|
Gerakan aktif
|
|
Refleks
|
Tidak ada
|
Gerakan sedikit
|
Menangis
|
|
Warna
|
Biru pucat
|
Tubuh kemerahan, extremitas biru
|
Tubuh kemerahan
|
|
Sofyan (2001).
Nilai apgar
ini biasanya dimulai satu menit setelah bayi lahir lengkap dan bayi telah diberi
lingkungan yang baik serta pengisapan lendir telah dilakukan dengan sempurna.
Nilai apgar semenit pertama ini baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan
cara resusitasi. Mulai apgar berikutnya dimulai lima menit setelah bayi lahir dan ini
berkorelasi erat dengan kematian dan kesakitan neonatus. Dalam menghadapi bayi
dalam Asfiksia berat, dianjurkan untuk menilai secara tepat, yaitu: (1)
menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba hipisternum atau arteri tali
pusat dan menentukan apakah jumlah lebih atau kurang dari 100 x/mnt, (2)
menilai tonus otot baik/buruk, (3) melihat warna kulit.
Atas dasar penilaian klinis di atas, Asfiksia
pada bayi baru lahir dapat dibagi dalam:
a.
Nilai apgar 7 – 10 disebut Asfiksia
ringan
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b.
Nilai apgar 4 – 6 disebut Asfiksia
sedang
Biasanya didapatkan frekuensi jantung > 100 x/menit,
tonus otot kurang baik atau baik, biru, refleksi masih ada.
c.
Nilai apgar 0 – 3 disebut Asfiksia
berat
Didapatkan frekuensi jantung < 100 x/menit, tonus
otot buruk, biru dan kadang-kadang pucat, refleks tidak ada. Pada Asfiksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10
menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum.
Pemeriksaan fisik sama pada Asfiksia berat.
2.3.6 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala
menurut Nadasuster (2003) :
a.
Hipoksia
b.
RR > 60x /menit atau < 30
x/menit
c.
Nafas megap-megap/gasping
sampai terjadi henti nafas
d.
Bradikardia
e.
Tonus otot berkurang
f.
Warna kulit sianotik/pucat
2.3.7. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan Keperawatan menurut Setiadi
Sofyan (2001)
a.
Tindakan Umum
1.
Bersihkan jalan nafas
a)Kepala bayi diletakkan lebih rendaha gar lendir lebih mudah
mengalir.
b)
Bersihkan lendir dan cairan
ketuban dari rongga mulut dan farings.
c)
Bila perlu gunakan laringoskop
untuk membantu pengisapan lendir dan saluran nafas lebih dalam.
2.
Rangsangan refleks pernafasan
a) Melakukan bila setelah 20 detik bayi tidak
memberi usaha bernafas.
b) Jangan memukul di daerah punggung atau
bokong.
c) Bila gagal, anggap bayi tersebut menderita
Asfiksia ringan-sedang
3.
Pertahankan suhu tubuh
a)
Tubuh bayi dibaringkan.
b)
Pemanasan menggunakan lampu
pijar lebih dari pada penggunaan selimut yang menutupi bayi.
b.
Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan menurut
Nada, Suster (2003):
Dapat dilakukan pengisapan
(cairan lambung untuk mencegah regurgitasi).
1)
Teknik terapi sinar
Persiapan unit terapi sinar:
a)
Hangatkan ruangan tempat unit
terapi sinar ditempatkan, bila perlu sehingga suhu di bawah lampu antara 38°C
sampai 30°C.
b)
Ganti tabung/lampu fluoresens
yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering)
(1)
Catat tanggal penggantian
tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
(2)
Ganti tabung setelah 2000 jam
penggunana atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
(3)
Gunakan linen putih pada
basinet atau inkubator, dan tempatkan
tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan
cahaya sebanyak mungkin kepada bayi.
2.3.7
Komplikasi
Komplikasi
menurut Nadasuster (2003)
a.
Hipoksia
b.
Hipotermi
c.
Infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA)
d.
Prematuritas
e.
Gangguan perdarahan otak
2.4
Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Kasus Asfiksia Neonatorum
Proses keperawatan adalah salah satu
alat bagi perawat untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi pada pasien (
Aziz Alimul,2002 ).
Asuhan keperawataan adalah faktor
penting dalam survivat pasien dalam aspek-aspek pemeliharaan rehabilitatif dan
prevventif perawat kesehatan ( Dongoes,2000 )
2.4.1
Pengkajian
Pengkajian
adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001)
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan dan merpakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengepaluasidan mengidentifikasi status
kesehatan klien.(lyer et all.1996).
Dalam mengkaji
harusmemperhatikan data dasar.
Langkah-langkah dalam
pengkajian meliputi:
a. Identitas bayi dan orang tua (Donna
L.Wong, 2003)
Umur (mulai 0 – 28 hari),
jenis kelamin Perempuan,
b. Riwayat kesehatan bayi dan orang tua
(Donna L. Wong, 2003)
Keluhan utama: Hipoksia, RR
> 60 x/mnt, nafas megap-megap/gasping sampai terjadi henti nafas,
bradikardi, tonus otot berkurang, warna kulit sianotik/pucat.
c. Riwayat kesehatan ibu dan bayi
(Nadasuster, 2003)
1)
Riwayat prenatal: DM,
penggunaan obat-obatan dan anastesi, hipertensi.
2)
Riwayat intranatal: Trauma
persalinan, perdarahan rongga tengkorak, kelainan bawaan, hernia diafragmatik
atresia atau stenosis jalan nafas.
d.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik (Nadasuster, 2003)
Metode
yang dapat digunakan untuk pemeriksana Head to toe adalah, meliputi pengkajian
keadaan umum dan status generalis.
1) Keadaan umum
Pada asfiksia neonatorum ,
keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari
responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.
2) Tanda-tanda Vital
Neonatus asfiksia neonatorum
kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk
bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per
menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur (Patricia
, 1996).
3) Kulit
Warna kulit tubuh merah,
sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan
verniks.
4) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput
succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
5) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
6) Mulut
Bibir berwarna pucat sianosis
ataupun merah, ada lendir atau tidak.
7) Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan
intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung
lebih dari 100 kali per menit.
8) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan
ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
9) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah,
akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau
keadaan jari-jari tangan.
10) Refleks
Pada neonatus preterm post
asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi
keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Wahidiyat, 1991)
e.
Pemeriksaan penunjang
Beberapa
pemeriksaan penunjang yang mengarah pada pada diagnosa Asfiksia Neonatorum
antara lain :
1)
Analisa gas darah
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
PCO2 (normal 35-45
mmHg) kadar PCO2 pada bayi Asfiksia Neonatorum cenderung naik
sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100
mmHg), kadar PO2 pada bayi Asfiksia Neonatorum cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2)
Elektrolit darah
Leukositnya lebih dari 10,3 x
10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih
rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10
gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm
dengan Asfiksi Neonatorum cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
3)
Gula darah
4)
Baby gram (Rontgen dada)
Pulmonal tidak tampak
gambaran, jantung ukuran normal.
5)
USG (kepala)
2.4.2
Diangosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (NANDA, 1990).
Diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau risiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan
yang sering muncul pada kasus Asfiksia Neonatorum diantaranya
adalah :
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan suplai oksigen.
Batasan
karakteristik
1)
Mayor (harus terdapat)
Dispnea saat melakukan latihan
2)
Minor (mungkin terdapat
terdapat)
a)
Konfusi/agitasi
b)
Kecendrungan untuk mengambil 3
titik (duduk, 1 tangan pada setiap lutut, condong ke depan)
c) Bernapas dengan bibir dengan bibir
dimoyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
d)
Letargi dan keletihan
e)
Peningkatan tahanan vascular
pulmonal
f) Penurunan motilitas lambung, pengosongan
lambung lama
g) Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi
oksigen, peningkatan PCO2, seperti yang di perlihatkan oleh hasil analisa gas
darah
h)
sianosis
b.Risiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan
infeksi.
Batasan
karakteristik
1)
Mayor (80%-100%)
a)Penurunan suhu tubuh dibawah 35,5’C per rectal
b)
Kulit dingin
c)Pucat (sedang)
d)
Menggigil (ringan)
2)
Minor (50%-79%)
a)Kekacauan mental, mengantuk,kegelisahan
b)
Penurunan nadi dan pernapasan
c)Kakeksia, malnutrisi
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan peningkatan paparan lingkungan pathogen.
d.
Perubahan
ikatan proses keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan.
e. Inefektif pola nafas berhubungan dengan
hipoksia.
Batasan
karakteristik
1) Mayor (Harus terdapat satu atau lebih)
a) Perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan
(dari nilai dasar)
b) Perubahan pada nadi (frekuensi, irama, dan
kualitas)
2) Minor (mungkin terdapat)
a) Ortopnea
b) Takipnea, hiperpnea,Hiperventilasi
c) Pernapasan disritmik
d) Pernapasan sukar/berhati-hati
2.4.3
Rencana Keperawatan
Perencanaan
adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi
tujuan perawatan, menetapkan pemecahan masalah , dan menentukan tujuan
perencanaan untuk mengatasi masalah .(Hidayat, A.2001)
Perencanaan
meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau
mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam
menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi sebagaimana disebutkan sebelumnya
rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada
klien (Nursalam, 2001).
Rencana keperawatan memuat
tujuan sebagai berikut :
a.
Konsolidasi dan
organisasi imformasi sebagai sumber dokumentasi .
b. Sebagai alat komunikasi antara perawat dengan klien
c.
Sebagai alat
komunikasi antara anggota tim kesehatan.
d.
Langkah dari proses keperawatan (pengkajian, perencanaan, pelaksanaan,dan
evaluasi)yang merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Nursalam, 2001, pedoman penulisan kriteria
hasil berdasarkan ” SMART ”
S = Spesifik
( harus spesifik dan tidak menimbulkan
arti ganda ).
M = Measurable ( keperawatan harus dapat diukur,
khususnya tentang prilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan
dibau ).
A = Achievable
( harus dapat diukur ).
R = Rasional ( harus dapat dicapai ).
T = Time
( tujuan keperawatan )
Tabel 2.2. Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
||||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
||||||
1.
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan:
1.Mempertahan-kan jalan nafas paten dengan frekuensi pernafasan dan
jantung dalam batas normal secara umum tidak ada sianosis.
2.Bebas tanda
distress pernafasan.
|
1.
Ukur skor apgar pada menit I
dan ke V setelah kelahiran.
2.
Tinjau ulang status janin
intra partum termasuk denyut jantung janin.
3.
Kaji durasi persalinan dan
tipe kelahiran.
4.
Kaji waktu dimana obat-obatan diberikan pada ibu
5.
Kaji frekuensi dan upaya pernafasan awal bayi.
6.
Kaji adanya pernafasan cuping hidung dan retraksi
dinding dada.
7.
Lakukan suction sesuai kebutuhan.
|
1. Membantu
menentukan kebutuhan terhadap impelemntasi segera (misal: pengisapan lendir,
pemberian O2)
2. Kejadian pada
intra partum dapat membuat distress janin dan hipoksia menetap sampai pada
periode segera pasca melahirkan, mengakibatkan upaya pernafasan tertekan atau
tidak efektif.
3. Kelahiran
dengan risiko caesaria mempunyai mukus yang berlebihan karena ketidak
adekuatan defresi torakal.
4. Obat-obatan dapat menekan upaya pernafasan bayi dan mengurangi oksigen ke
jaringan.
5. Untuk memantau
perkembangan bayi.
6. Untuk memantau
kerusakan pertukaran gas pada bayi.
7.
Menjamin keber-sihan jalan nafas yang penting
untuk Neonatus yang baru bernafas melalui hidung
|
||||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
||||||
2
|
Risiko tinggi
terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan:
Mempertahankan suhu dalam batas normal bebas
dari tanda-tandadingin atau hipotermia.
|
8.
Posisikan bayi miring dengan
gulungan handuk untuk menyokong punggung.
9.
Auskultasi jalan nafas dan
catat kesamaan dan kejelasannya.
10. Kaji bayi terhadap adanya lokasi dan derajat sianosis dan hubungan dengan
aktivitas.
11. Kaji hubungan antara suhu bayi dan suhu udara di sekitar.
12. Berikan
suplemen O2 sesuai indikasi kondisi BBL
13. Kaji kadar Hb
dan Ht
1.
Pertahankan suhu lingkungan
dalam batas normal.
2.
Pantau temperatur axila bayi
3.
Tunda mandi pertama sampai suhu tubuh stabil dan
mencapai 36,5°C (91,7°F)
|
8. Memudahkan
drainage mucus.
9. Bunyi nafas
harus sama seperti biparietal.
10. Sianosis
periver (Akrosianosis) dihubungkan
dengan ketidakstabilan vasomotor.
11. Konsumsi O2
minimal bila perbedaan antara suhu kulit dan suhu udara di sekitar < 1,5°C
(2,7°F)
12. Penurunan O2
yang tidak dapat dihentikan meningkatkan hipoksia.
13. Hb yang tidak normal kemungkinan hipoksia berat.
1. Kegagalan untuk mempertahankan suhu lingkungan di atas batas normal,
dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi O2
2. Stabilitas suhu
mungkin tidak terjadi sampai 8-12 jam setelah lahir.
3. Membantu
mencegah kehilangan panas lanjut karena evaporasi.
|
||||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
3
|
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
lingkungan pathogen.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan:
1.
Bebas dari tanda-tanda infeksi.
2.
Menunjukkan pemulihan tepat waktu pada puntung
tali pusat dan sisi sirkumsisi bebas dari drainase eritema.
|
4. Perhatikan
tanda- tanda distress
5.
pertahankan termonetral lingkungan melalui
penggunaan pengontrol automatic/ alat pemanas
1. Tinjau ulang faktor-faktor risiko pada
ibu yang cenderung terkena infeksi yang mungkin didapatkan saat kelahiran.
2. Tentukan usa gestasi BBL.
3. Lakukan teknik pencucian tangan yang tepat sebelum memegang
bayi pada orang tua dan kelaurga.
4. Batasi kontak bayi
dengan tempat.
5. Pelihara peralatan
individual dan bahan-bahan persediaan untuk
|
4.
4. Hipotermi (suhu badan rendah) yang
Meningkatkan laju penggunaan oksigen + glukosa sering
disertai dengan hipoglikemia dengan dan stess pernafasan
5. Mencegah ketidakseimbangan panas
atau kehilangan panas
1.
Demam maternal selama seminggu sebelum kelahiran,
ketuban pecah yang lama (<24 jam) cairan amniotic berbau busuk membuat
bayi cenderung terkena infeksi.
2.
Pemindahan
imunoglobin antibody E dan G (IgE dan IgG) melalui BBL dan infeksi.
3.
Mencuci tangan yang benar adalah faktor tunggal yang
paling penting dalam melindungi BBL dari infeksi.
4.
Membantu mencegah penyebaran infeksi ke bayi baru
lahir.
5.
Mencegah
kontaminasi silang
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
4
5
|
Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Inefektif pola nafas berhubungan dengan hipoksia.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan:
1.
Memulai proses keadekuatan
dengan cara yang bermakna untuk anggota keluarga.
2.
Dengan tepat mengidentifikasi
bayi untuk meyakinkan hubungan keluarga yang benar.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
diharapkan:
Mempertahankan pola
pernafasan
|
setiap bayi
1. Informasikan kepada
orang tua tentang kebutuh-an-kebutuhan bayi yang baru lahir segera dan
perawatan yang diberikan.
2. Tempatkan bayi dalam
lengan ibu/ ayah segera setelah kondisi neonatus memungkinkan.
3. Anjurkan orang tua
untuk mengelus dan bicara pada BBL, anjurkan ibu untuk menyusui bayi bila
diinginkan.
4. Diskusikan kemampuan
bayi untuk berinteraksi.
5. Berikan informasi
yang tepat dalam kejadian komplikasi yang tidak diperkirakan.
1.
Kaji frekuensi pernafasan dan pola nafas
|
1.
Menghilangkan
ansietas orang tua dan membantu orang tua untuk memahami rasional intervensi
pada periode awal BBL.
2.
Jam
pertama kehidupan bayi adalah masa yang paling khusus bermakna untuk
interaksi keluarga (orang tua)
3.
Memberikan kesempatan pada orang tua dan BBL melakukan
pengenalan dan proses pendekatan.
4.
Membantu me-mudahkan interaksi orang tua bayi.
5. Mempertahankan orang
tua tetapi mendapat informasi tentang perubahan status bayi dan tindakan
aktual.
1. Membantu membedakan periode perputaran pernafasan normal serangan apnu
sejati
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
|
|
periodik (periode apnae berakhir 5-10 detik diikuti dengan periode
pendek ventilasi cepat) dengan membran mukosa merah muda dan frekuensi
jantung dalam batas nomal.
|
2.
Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang
dapat memperberat defresi pernafasan pada bayi.
3.
Posisikan bayi pada posisi terlentang dengan
gulungan pokok di bawah bahu menghasilkan
4.
Pertahankan suhu tubuh optimal.
5.
Berikan rangsangan faktil
yang segera, misal: gosokkan punggung bayi.
6.
Tempatkan bayi pada matras bergelombang.
7.
Pantau pemeriksaan lab (GDA,
glukosa serum, elektrolit, kultur dan kadar obat)
8.
Berikan oksigen sesuai dengan
indikasi.
|
2. Magnesium sulfat (MgSO4) dan narkotik menekan pusat pernafasan dan
aktivitas sistem saraf pusat (SSP)
3. Posisi ini dapat memudahkan pernafasan dan menurunnya episode apnea.
4. Hanya sedikit
peningkatan atau penurunan suhu dapat menimbulkan apnea.
5. Merangsang SSP untuk meningkatkan gerak tubuh dan sebaliknya pernafasan
spontan.
6. Gerakan
menimbulkan rangsangan yang dapat menurunkan kejadian apnea.
7. Hipoksia,
asidosis metabolik, hipoglikemia, hipokalsemia, sepsis dapat memperberat
serangan apnea
8. Perbaikan kadar oksigen dan CO2 dapat meningkatkan fungsi pernafasan.
|
Sumber : (
Carpenito, 2000 )
2.4.4
Tindakan Keperawatan
Yang dimaksud
dengan tindakan keperawatan adalah suatu tahap dimana rencana keperawatan yang
telah disusun diberikan kepada bayi sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang
dihadapi bayi (Dongoes, Marillyn, 2001).
Ada tiga tahap dalam tindakan
keperawatan yaitu: persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Nursalam, 2001).
Dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien, pada tahap implementasi, seorang
perawat harus benar-benar memahami dan memiliki pengetahuan serta skill
keperawatan mengenai tindakan yang dilakukan terhadap kasus yang sedang
ditangani. Sehingga semua intervensi yang telah dirumuskan bisa dilakukan
dengan baik dan bisa menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi klien.
Setelah
implementasi dilakukan oleh perawat, perawat harus mengawasi dan
mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan sehingga nanti bisa
dipertanggung jawabkan.
2.4.5
Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara
hasil implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetetapkan ntk melihat
keberhasilannya.(suprajitno,2004).
Tahap evaluasi merupakan tahapan akhir
pada proses keperawatan. Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati
dengan kriteria yang dibuat pada tahap intervensi (Dongoes, Marillyn, 2001).
Bayi akan kembali ke dalam sistem atau proses keperawatan jika masalah
keperawatan belum selesai atau akan keluar dari proses keperawatan jika masalah
keperawatan bayi telah berakhir.
Tahapan evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen,
yaitu kriteria hasil, keefektifan tahap-tahap proses keperawatan dan perbaikan
rencana asuhan keperawatan. Kerangka pembuatan kriteria hasil dibuat dalam
bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning).
Adapun penjelasan lebih lanjut
sebagai berikut :
a. S (subyektif), yaitu keluhan-keluhan klien
(apa saja yang dikatakan klien, keluarga klien dan orang terdekat klien).
b. O (obyektif), yaitu segala sesuatu yang
dapat dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat.
c.
A
(analisis), yaitu suatu kesimpulan yang dirumuskan oleh perawat tentang kondisi
klien.
d.
P (planning), yaitu rencana
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alen. C.V. (1998). Memahami Proses
Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Arif. M. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.
FKUI. Jakarta
Brunner and Suddart. (2001). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC. Jakarta
Carpenito. J.L.
(2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Doengoes. M.E. (2001). Penerapan
Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Dorland. (2002). Kamus
Saku Kedokteran. Edisi 25. EGC. Jakarta
Hidayat.
A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta
Markum. A.H.
(2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. Jilid I. FKUI.
Jakarta
Nelson. (2000). Ilmu
Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Ngastiyah. (1997).
Perawatan Anak Sakit. EGC.
Jakarta
Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan
Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan
bidan). Salemba Medika: Jakarta
Pearce. E.C. (1979). Iktisar Penyakit Anak.
Binarupa Aksara. Jakarta
Rusepno.
H. dkk. (1985). Ilmu kesehatan anak. FKUI.
Jakarta
Setiadi. S.F.A.
(2001). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
Jakarta
Soetjiningsih
(1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suprajitno. (2004). Askep Keluarga. EGC. Jakarta
Syaifudin. (1997). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat.
Edisi 2. EGC. Jakarta
Wiknjosastro. H.
(2006). Ilmu Kebidanan. Edisi
ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
(2009). Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah