SELAMAT DATANG DI BLOG ASUHAN KEPERAWATAN SEMOGA BERMANFAATKADEK WAHYU ADI PUTRAASUHAN KEPERAWATAN GRATIS

Thursday 10 November 2011

PROPOSAL TYPOID

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Demam Typhoid dan Paratyphoid merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini jarang di temukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia, demam typhoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S. typhi yaitu pasien dengan demam typhoid yang lebih sering karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik. (Mansjoer Arif, dkk, 2000; 422).
Surverlans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian Demam Thypoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peninggkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19,596 menjadi 26,606 kasus. (Aru W.Sudoyo, dkk, 2007; 1752).
Data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Dr. R. Soedjono Selong, Lombok Timur, Prevalensi penderita Thypus Abdominalis dalam 3 tahun terakhir, dengan perincian berdasarkan jenis kelamin dan usia didapatkan kasus terbanyak adalah sebagai berikut : Pada tahun 2008 jumlah penderita sebanyak 307 dengan perincian 149 jiwa adalah laki - laki, 158 perempuan, golongan umur 15 – 24 sebanyak 107 penderita, golongan umur 25 – 44 sebanyak 94 penderita, golongan umur 45 – 64 sebanyak 77 penderita dan golongan umur 65 ke atas sebanyak 18 penderita, sebanyak 11 penderita meninggal. Pada tahun 2009 jumlah penderita sebanyak 241 penderita dengan perincian, 134 jiwa laki – laki, 107 perempuan, golongan umur 15 – 24 tahun sebanyak 56 penderita, golongan umur 25 – 44 tahun sebanyak 96 penderita, golongan umur 45 – 64 tahun sebanyak 61 penderita dan golongan umur 65 tahun ke atas sebanyak 16 penderita, 12 penderita meninggal.Pada tahun 2010 jumlah penderita sebanyak 479 dengan perincian, 239 jiwa penderita laki – laki, 240 jiwa penderita penderita, golongan umur 15 – 24 tahun sebanyak 175 penderita, golongan umur 25 – 44 tahun sebanyak 165 penderita, golongan umur 45 – 64 tahun sebanyak 103 penderita, golongan umur 65 ke atas sebanyak 31 penderita, meninggal 5 penderita. (Rekam Medik RSU Dr. R. Soedjono Selong, 2010).
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa angka kejadian Thypus Abdominalis masih sangat tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai factor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai keluarga dengan hygiene sanitasi yang rendah, permasalahan pada identifikasi dan penatalaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan factor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin efektif aman dan murah menurut Pang dalam (Soegeng Soegijanto, 2002; 2).
Typhoid atau dapat juga disebut sebagai Thypus Abdominalis atau demam enterik (enteric fever) adalah suatu penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan (terutama usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaraan.(Ngastiyah, 2005; 236). Thypus Abdominalis disebabkan oleh maksuknya kuman Salmonella Typhi (S.typhi) dan Salmonella Paretyphi (S.paratyphi) kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi oleh kuman (Aru W.Sudoyo, dkk, 2007)
Untuk itu, penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk menurunkan angka morbiditas Thypus Abdominalis. Penanganan dilingkungan dengan cara menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hidup sehat melalui upaya promotif dan freventif. Selain itu, penanganan dirumah sakit melalaui upaya kuratif dan rehabilitative juga sangat diperlukan yaitu dengan cara perawatan yang baik seperti tirah baring, memberikan makanan yang lunak untuk mengurangi dan mencegah pendarahan pada usus, serta pemberian obat-obatan antibiotik (Mansjoer Arif, 2002).
Melihat permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengambil kasus mengenai Thypus Abdominalis yang masih belum teratasi, penulis juga ingin turut berpartisifasi dalam penanganan Thypus Abdominalis ini dengan cara mengambil kasus Thypus Abdominalis dalam pembuatan Laporan Akhir dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Diagnosa Medis Thypus Abdominalis di Rumah Sakit Umum Dr. R. Soedjono Selong, Lombok Timur.

1.2 Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Penulis mampu memahami dan menerapkan konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis melalui pendekatan proses keperawatan sesuai standar.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan Laporan Akhir ini yaitu penulis mampu :
a. Menjelaskan konsep dasar penyakit Typhus Abdominalis, terdiri dari pengertian, anatomi dan fisiologi, penyebab, patofisiogis, pathways, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan komplikasi, prognosis, dan Konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis
b. Melakukan pengkajian pada Ny. ”T” dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. ”T” dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada Ny. ”T” dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis
e. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. ”T” dengan diagnosa medisThypus Abdominalis.
f. Melakukan evaluasi pada Ny. ”T” dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis.
g. Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada Ny. ”T” dengan diagnosa medis Thypus Abdominalis dilakukan dalam bentuk Laporan Akhir.

1.3 Tempat dan Waktu
1.3.1. Tempat Pelaksanaan
Di Ruang Interna Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur.
1.3.1. Waktu Pelaksanaan
Pengambilan kasus kelolalaan dilaksanakan pada tanggal 30 maret s/d 2 april 2011




1.4 Sistematika Penulisan
Untuk dengan mudah memahami isi Laporan Akhir ini, penulis membagi penyusunan dalam 4 Bab yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu :
Bab 1 adalah Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, tempat dan waktu, serta sistematika penulisan.
Bab 2 adalah Tinjauan Teori yang menguraikan tentang konsep dasar penyakit yang terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, pathofisiologi/pathways, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan konsep dasar tentang asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
Bab 3 adalah Tinjauan Kasus yang membahas tentang Asuhan Keperawatan yang penulis laksanakan pada klien.
Bab 4 adalah Kesimpulan dan Saran meliputi tentang kesimpulan yang penuis dapatkan setelah memberikan asuahan keperawatan kepada klien. Selain itu, penulis juga memberikan saran kepada institusi, rumah sakit, dan mahasiswa.





BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Penyakit Thypus Abdominalis
2.1.1 Pengertian
Thypus Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dan gangguan kesadaran (Mansjoer Arif, dkk, 2000).
Thypus Abdominalis adalah penyakkit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
Thypus Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan, dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2002).
Demam Typhoid (enteryk fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, dkk, 2005)
Menurut berbagai sumber diatas penulis dapat menyimplukan bahwa:
Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus dengan menunjukkan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran, yang apabila tidak segera diobati secara proresif dapat menyerang jaringan diseluruh tubuh (Jan Tambayong, 2000).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
a. Anatomi Pencernaan
Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut: mulut, Pharynk (tekak) Oesophagus (kerongkongan) gaster ( lambung), usus halus, colon (usus besar) rektum dan anus.









Gambar 2.1 Anatomi System Pencernaan
(Sumber :Icon Learning System All Rights Reserved, 2003)
1) Mulut (Oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.
Secara umum mulut terdiri atas 2 bagian yaitu :
a) Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.
b) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
2) Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (oesofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpakan antara jalan nafas dan jalan makanan, yang letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari ruas tulang belakang.
3) Oesofagus
Merupakan saluran yag menghubungkan letak dengan lambung, panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2. 54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus. Esofagus terletak dibelakang trakea dan di depan tulang tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja.

4) Lambung (gaster)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan eosofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus utreri.
Bagian-bagian lambung terdiri dari :
a) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvantura minor.
c) Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk spinter pilorus.
d) Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai ke pilorus.
e) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f) Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk ke lambung, pada bagian ini terpadat orifisium pilorik.
5) Usus Halus
Adalah saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar, yang merupakan tuba terlilit yang merentang dari sfingter pylorus sampai katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar.
Susunan usus halus terdiri dari:
a) Duodenum
Organ ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25 – 30 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas yang menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida. Duodenum merupakan bagian yang terpendek dari usus halus.
b) Yeyunum
Adalah bagian kelanjutan dari duodenum yang panjangnya kurang lebih 1 – 1,5 m.


c) Ileum
Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar dengan panjang 2 – 2,5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang berwarna orifisium ileosikalis, Orifisium ini diperkuat oleh spinkter, ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam koon asendens tidak masuk kembali ke ileum.
Mukosa usus halus, yaitu permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovilli memudahkan pencernaan dan absorpsi, lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.


6) Hati (Hepar)
Organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya 1500 g. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hepar terletak di quadran kanan atas abdomen, di bawah diafragma dan terlindungin oleh tulang rusuk (costae), sehingga dalam keadaan normal (hepar yang sehat tidak teraba). Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang teroksigenasi tetapi kaya akan nutrien vena porta hepatica.
7) Kandung Empedu
Sebuah kantong terbentuk terang dan merupakan membran berotot, letaknya dalam sebuah lobus disebelah permukaan bawah hati sampai pinggir depannya, panjangnya 8 – 12 cm berisi 60 cm3.
Empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian menjadi duktus hepatica kanan dan kiri. Duktus hepatica menyatu untuk membentuk duktus hepatic komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sisticus dari kandung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis.
Duktus empedu komunis bersama dengan duktus pancreas bermuara diduodenum atau dialihkan untuk penyimpanan dikandung empedu.
8) Pankreas
Pankreas adalah kelenjar terelongasi berukuran besar dibalik kurvatura besar lambung.
Kelenjar Pankreas adalah sekumpulan keleanjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II di belakang lambung.
9) Usus besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena sebagai tempat pembuangan, maka di usus besar sebagian nutrien telah dicerna dan diaborbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Makanan biasanya memerlukan waktu dua sampai lima hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan. Dua sampai enam jam di lambung, enam sampai delapan jam di usus halus, dan sisa waktunya berada di usus besar.


Panjangnya ± 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar dari pada usus halus, disini terdapat taenia coli dan apendiks epiploika, mukosanya lebih halus dari pada usus halus dan tidak memiliki villi, tidak memiliki lipatan-lipatan sirkulel (plicae circulares). Serabut otot longitudinal dalam muskulus externa membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut haustra. Di bagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltic, sehingga memungkinkan kimus mengalir 15 ml sekali masuk dan untuk total aliran sebanyak 500 ml/hari.
Usus besar terdiri dari caecum, colon ascendens, colon transversum, colon descendens, colon sigmoid, rectum dan canalis ani serta spinkter ani.
10) Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
b. Fisiologi Sistem Pencernaan
Fungsi utama Sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrien (zat yang sudah dicerna),air,dan garam yang berasal dari zat makanan untuk didistribusikan ke sel-sel melalui sistem sirkulasi. Adapun fungsi sistem saluran pencernaan adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Mulut (Oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.



2) Fungsi Oesofagus
Fungsi oesofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi inzim pencernaan.
3) Fungsi Lambung
a) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval waktu yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran.
b) Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum.
c) Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.
d) Produksi mucus, mucus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya sendiri.
e) Produksi faktor intrinsik, yaitu glikoprotein yang disekresi sel parietal dan vitamin B12 yang didapat dari makanan yang dicerna di lambung yang terikat pada faktor intrinsik. Komplek faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, dimana tempat vitamin B12 di absorbsi.
f) Absorbsi, di lambung hanya terjadi absorbsi nutrien sedikit. Beberapa zat yang diabsorbsi antara lain adalah beberapa obat yang larut (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung serta zat yang larut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
g) Getah cerna lambung
Getah cerna lambung yang dihasilkan adalah :
(1) Pepsin, fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton)
(2) Asam garam (HCI), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai anti septik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
(3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).


4) Fungsi usus halus
a) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses berikut :
(1) Menyerap protein dalam bentuk asam amino,
(2) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam dan vitamin.
5) Fungsi Hati
a) Sekresi
(1) Hati memproduksi empedu dibentuk dalam sistem retikulo endotelium yang dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.
(2) Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah.
b) Metabolisme
(1) Hati berperan serta dalam mempertahankan homeostatik gula darah.
(2) Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh.
(3) Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak dan hasil penguraian protein menghasilkan urea dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen. Hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
(4) Hati mensintesis lemak dari karbohidrat dan protein
c) Penyimpanan
(1) Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K, dan zat besi yang disimpan sebagai feritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat dilepaskan bila zat besi diperlukan.
(2) Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannya susuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
d) Detoksifikasi
(1) Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat dan memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah.
(2) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dieksresi dalam empedui dan urin (mendetoksifikasi).
e) Membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan masa kehidupan fetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang.


6) Fungsi Kandung Empedu
a) Sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi kental.
b) Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah setiap hari dari setiap orang dikeluarkan 500 – 1000 ml sehari yang digunakan untuk mencerna lemak 80% dari getah empedu pigmen (warna) insulin dan zat lainnya.
7) Fungsi Pankreas
a) Fungsi eksokrin (asinar), yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim-enzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbnat dalam konsentrasi tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus pancreas, yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk keduodenum di titik ampula hepatopankreas. Getah pankreas ini dikirim ke dalam duodenum melalui duktus penkreatikus, yang bermuara pada papila vateri yang terletak pada dinding duodenum. Pankreas menerima darah dari arteri penkreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui vena pankreatika.
b) Fungsi endokrin (pulau langerhans), sekelompok kecil sel epitelium yang berbentuk pulau-pulau kecil atau kepulauan langerhans, yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin dan glukagon yang langsung dialirkan ke dalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat.
8) Fungsi Usus Besar
Fungsi usus besar antara lain adalah :
a) Menyerap air dan elektrolit 80% sampai 90% dari makanan dan mengubah dari cairan menjadi massa.
b) Tempat tinggal sejumlah bakteri koli, yang mampu mecerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari.
c) Memproduksi vitamin antara lain Vitamin K, ribovlafin, dan tiamin serta berbagai gas.
d) Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau.






2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Tyhiposa, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
b. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen O, antigen H (plagella), dan antigen Vi (Nursalam, dkk,2005)
Masuknya kuman Salmonella Typhi (S,typhi) dan Salmonnella paretyphi (S.paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman (Aru W.Sudoyo, dkk, 2007).
Selain itu penyakit Tipus Abdomnalis juga bisa didukung oleh faktor-faktor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga dengan hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan pelaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin yang efektif,aman dan murah Pang dalam (Soegijanto Soegeng,2002)





2.1.4 Pathofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke unsur halus, kejaringan limpoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus, kemudian kuman masuk kepredaran darah (baktrimia primer) dan mencapai sel-sel endoteled, hati, limpa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulakan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnyakuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandungan empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiprplasia plak nyeri. Ini terjadi pada kelenjar limpoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan minggu ketiga terjadi ulserasi palks player. Pada minggu ke-empat terjadi penyebuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Mikus dapat menyebabkan pendarahan, bahkan perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mensentrialdan limpa membesar.
Gejala demam di sebapkan oleh endotoksin, sedangkan pada saluran pencernaan di sebapkan kelainan pada khusus halus. (Suriadi, dkk,2001)


2.1.5 Pathways
Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik


Kuman Mengeluarkan Hati Limpa
Endotoksin
Cairan Empedu Splenomegali
Menyebar
Keseluruh Tubuh Masuk Duodenum Mual, Muntah &
Anoreksia
Mempengaruhi Pusat
Termoregulator di Hipotalamus Kolesititis Gg. Pemenuhan
Keb. Nutrisi
Menimbulkan Demam Infeksi Pd Intestinal
Intermitten (Ileum)


Hipertermi Peristaltik Usus



Berkeringat Banyak
Bibir kering, Haus Gg. Defekasi (Diare)


Gg. Pemenuhan
Keb. Cairan


Terjadi Iritasi
Pada Mukosa Usus

Motilitas Usus Gg. Defekasi
Mengalami Perubahan (Konstipasi)

Bagan Pathways Thypus Abdominalis (Suriadi, dkk, 2001)


2.1.6 Tanda dan Gejala
Gejala-gejala yang timbul berpariasi dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya,yaitu demam,nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,batuk dan opitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya di dapatkan peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatife, lidah tifoid (kotor di tengah,tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomigali, splenonegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma, sedangkan roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Manssoer Arif, dkk, 2001)
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubuisasi mungkin gejolak prodromal berupa rasa tidak enak badan.
Pada kasus khas terdapat demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun berangsur angasur pada minggu ke tiga.
Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tumor hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi tetapi mungkin normal bahkan dapat diare (Manjoer Arif dkk, 2000)

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi skunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah darah pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali menigkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
b. Uji Widal
Uji widal di lakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakanpada uji widal adalah suspensi Salmonelle yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu ;
1) Aglutin in O ( dari tubuh kuman )
2) Aglutinin H ( flagela kuman )
3) Aglutinin Vi ( simpai kuman )
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap di jumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menetukan kesembuhan penyakit.
Kadar aglutinin O dan H pada orang normal di daerah endemis yaitu 1/160, sehingga kadar aglutinin yang mempunyai diagnostik thypus abdominalis adalah 1/320,sedangakan di daerah nonendemis pemeriksaan titer anti bodi O tunggal > 1/40. pemeriksaan titer H tunggal mempunyai sensitifitas yang serupa tetapi spesivitasnya lebih rendah. Aglutinin H sering kali meningkat secara tidak khas karena imunisasi atau infeksi sebelumnya dengan bakteri lain.



c. Kultur darah
1) Hasil biakan darah yang positf memastikan demam tifoid, akan tertapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
2) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapatkan antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
3) Volume darah yang kurang (kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang di biak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang di ambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan kedalam media cair empedu.
4) Riwayat vaksinal. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan anti bodi dalam darah pasien. Anti bodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. (Aru W.Sudoyo dkk,2006).







2.1.8 Penatalaksaan.
Dilakukan bila klinis menyokong karena differia tanpa menunggu hasil pemeriksaan penunjang. Tata laksana umum dengan tirah baring, isolasi pasien, pengawasan ketat atas kemungkinan konflikasi, antara lain pemeriksaan EKG setiap minggu. Pasien dirawat selama 3-4 minggu , sedangkan secara khusus.
a. Anti Diphtheria Serum (ADS) diberikan dengan dosis 20.000-100.000 untuk begantung pada lokasi, adanya konflikasi dan durasi penyakit.sebelumnya lakukan uji kulit (pengenceran 1;100) atau mata (pengeceran 1:10). Bila pasien sensitif, lakukan desensifisasi cara besredka.
b. Antibiotic – penisilin prokain 50.000 untuk/kg BB/hari sampai 10 hari. Bila derfi, berikan eritromisin 40 mg/kg BB/hari. Bila dilakukan trakeastomi, tambahkan kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam dosis.
c. Kortikosteroid – digunakan untuk mengurangi edema laring dan mencegah konflikasi miokarditis. Diberikan prednisone 2 mg/ kg BB/ hari selama 3 minggu yang ditentukan secara bertahap (tapering off)
d. Bila ada konflikasi paresis otot dapat diberikan strikain 1/4 mg dan (Mansjoer Arif dkk. 2001).

Adapun penatalaksanaan menurut (Aru W.Sudoyo dkk,2006) sebagai berikut :
a. Tirah baring / bedrest dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typhoid. Karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama.penderita demam typhoid diberikan diet bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus, pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat)
c. Obat-obat :
1) Antimikroba :
a) Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
b) Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
c) Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
d) Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
2) Antipiretik seperlunya
3) Vitamin B kompleks dan vitamin C.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi (Nursalam, dkk:2005), berupa:
a. Perdarahan usus. Apabila perdarahan banyak dapat terjadi melena, yang bias disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi yang tidak disetai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum.
c. Peritonitis. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair), dan nyeri tekan.
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi akibat sepsis, yaitu: menginitis, kolesistitis, ensefelopati, dan lain-lain. Diluar usus ini terjadi akibat infeksi skunder, yaitu bronkopnemonia.

2.1.10 Prognosis
Prognosis thypus abdominalis umumnya baik bila pasien cepat berobat prognosis kurang baik bila terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia (demam tinggi) atau febris kontinua. Penurunan kesadaran (sopor, koma, atau delirium), komplikasi berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi, usus, dan gizi buruk. (Arif Mansjoer, 2000).
2.1.11 Pencegahan
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi thypus, yaitu:
a. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhy baik pada kasus Thypus Abdominalis maupun kasus karier thypus.
b. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella Typhi akut maupun karier.
c. Proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi.








2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Medis Typus Abdominalis.
Proses keperawatan adalah cara yang sistematis yang dilkukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, nerencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan.(Aziz Alimul Hidayat, 2004; 95)
Menurut Ali zaidin (2002) proses Keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji respon mansia terhadap masalah kesehatan yang membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut. Askep adalah langkah-langkah dalam penerapan asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan (Nursalam, 2005).
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan usuhan keperawatan sesuai dengan kedbutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan medmberikan pelayanan kepedrawatan sesuai dengan respon individu. (Nursalam, 2001).
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat di proleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi Usia yaitu sering terjadi pada usia diatas 1 tahun, di daerah endemic Thypus Abdominalis insidensi tertinggi didapatkan pada anak-anak.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa mual, muntah, sakit atau nyeri epigastrium sampai kejang perut, demam sampai kesadaran menurun.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan mulai terjadinya sakit serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang bias digunakan oleh penderita.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat apakah ada salah satu anggota keluarga yang juga menderita typhoid fever
6) Pola Kebiasan Sehari-hari
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami oleh penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
7) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang di alami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakitnya tersebut.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien Thypus Abdominalis dalam melakukan pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara persystem:
1) B 1 (Breathing)
Adalah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita Thypus Abdominalis frekuensi pernapasan meningkat.


2) B 2 (Blood)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardia, hipotensi, aritmia, kardiomegali.
3) B 3 (Brain)
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anesthesia, letargi, mengantuk, kacau mental, disorientasi.
4) B 4 (Blader)
Oliguria, anuria, retensi urine, inkontinensia urine, rasa sakit atau panas saat berkemih.
5) B 5 (Bowel)
Perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas, nyeri epigastrium.
6) B 6 (Bone)
Turgor kulit menurun, suhu badan meningkat, perubahan berat badan, cepat lelah, lemah dan nyeri epigastrium.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan, yaitu: (Nursalam, 2005).
1) Pada pemeriksaan darah tepi terhadap gambaran leucopenia, limpositosis relative, dan anepsinofilla pada permukaan sakit.


2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
3) Biakan empedu hasil salmonella tyhposa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feces.
4) Pemeriksaan widal untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan progresif.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan (NANDA)
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akungitabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi dan mencegah.
Diagnosa keperawatan “Keputusan klinik tentang respon individual, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan dengan kewenangan perawat (Nursalam: 2001).
Diagnosa keperawatan menurut Carpenito: 2000 dapat dibedakan menjadi 5 kategori: Aktual, Resiko, Syndrom, kemungkinan dan Wellness
a. Aktual
Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
b. Resiko
Menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan Intervensi.
c. Kemungkinan
Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan kemungkianan.
d. Wellness
Keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi.
e. Syndrom
Diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa keperawatan aktual dan resiko tinggi yang di perkirakan akan muncul atau timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan thypus abdominalis menurut NANDA adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thiposa (Diagnosa aktual)
b. Gangguan pada defekasi: diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.(Diagnosa potensial)
c. Perubahan pada defekasi: konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus.(Diagnosa potensial)
d. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah / pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.(Diagnosa resiko)
e. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau ataupun yang berlebihan akibat diare.(Diagnosa resiko)
2.2.3. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan adalah suatu dokumen tulisan tangan menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Perencanaan meliputi, pngembangan strategis desain untuk mencegah mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnose keperawatan. Tahap ini di mulai setelah menentukan diagnose keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam,dkk 2005).
Rencana tindakan keperawatan adalah pengkajian dan menentukan masalah yang sistematis, penentuan tujuan, serta strategi pelaksaan pemecahan masalah (Ali Zaidin, 2002).
Untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu di perhatikan: (Nusalam, 2001)
a. Menentukan prioritas berbagai cara dalam memprioritaskan masalah di antaranya:
1) Berdasaran Hierarki Maslow yaitu fisiologis, keamanan/ keselamatan, mencintai dan memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri.
2) Berdasarkan Griffth-Kenney Christensen dengan urutan:
a) Ancaman kehidupan dan kesehatan
b) Sumber dana dan daya yang tersedia
c) Peran serta pasien
d) Prinsip ilmiah dan prakik keperawatan
b. Menentukan kriteria hasil
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menentukan kriteria hasil yaitu SMART:
S (Spesific) bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu misalnya pasien dapat menghabiskan 1 porsi makanan selama 3 har setelah operasi
M (measurable) dapat di ukur misalnya pasien dapat menyebutkan tujuan bedres total
A (achierable) artinya mempertimbangkan keadaan dan keinginaan pasien
R (Realistik) artinya dalam menentukan pilihan harys di pertimbangkan faktor fisiologis/patologis penyakit yang di alami dan sumber yang tersedia dan waktu pencapaian
T (Time) Menunjukkan jangka waktu tertentu.
c. Menentukan Rencana Tindakan
Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan pasien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi tetapi juga jenis dan kwalitas pelayanan kesehatan yang diberikan.
Tujuan Utama Dokumentasi :
1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan, tindakn keperawatan, dan mengevaluasitindakan.
2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika.





Tabel 2.1 Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Rasional
(1)
1




















1




(2)
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typosa

















2
(3)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh klien kembali normal dengan kriteria hasil:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal, yaitu 36,5-37,5 0 C
2. Nadi dan RR dalam rentang normal, yaitu :
Nadi : 60-100 x/mnt
RR : 12-24 x/mnt
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing merasa nyaman.























3 (4)
1. Monitor suhu sesering mungkin

2. Monitor warna dan suhu kulit.
3. Monitor TD, nadi dan RR.

4. Monitor intake dan output.

5. Berikan anti piretik



6. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

7. Berikan cairan intravena


4
8. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila


9. Monitor suhu minimal tiap 2 jam




10. Monitor TD, nadi dan RR


11. Tingkatkatkan intake cairan





12. Selimuti pasien

13. Vital sign monitoring

(5)
1.mengetahui status perkembangan klien.
2. sebagai petunjuk terjadinya dehidrasi
3. mengetahui status perkembangan klien.
4. menentukan status dehidrasi
5. pemberian anti piretik untuk menurunkan suhu tubuh klien
6. pemberian obat anti piretik dapat menurunkan suhu tubuh
7. untuk mencegah terjadinya dehidrasi

5
8. tempat terdapat pembuluh darah yang besar sehingga mengalami vasokontriksi
9. peningkatan dan penurunan suhu dapat dihubungkan pathogen tertentu dan resolusi infeksi
10. takikardia, hipotensia menunjukkan efek kehilangan cairan
11. mengganti cairan yang keluar lewat keringat,urine,menjaga keseimbangan asam basa serta pengaturan suhu tubuh
12. mencegah hilangnya kehangatan
13. mengetahui status perkembangan klien


(1)
2
























1 (2)

Risiko deficit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah,/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.




































2 (3)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan criteria hasil :

1. Mempertahankan urine output
2. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal,yaitu:
TD: 120/80 mmhg
Nadi: 90-100 x/mnt
Suhu: 36,5-37,5oC.
3. Tidak ada tanda dehidrasi elastitis. 4.turgor kulit baik 5.membran mukosa lembab tidak ada haus yang berlebihan.


























3 (4)
1. Pertahanan catatan intake dan output yang akurat

2. Monitor vital sign

3. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalorio harian
4. Kolaborasi
pemberian cairan IV



5. Monitor status nutrisi



6. Berikan cairan IV

7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan




4
(5)
1. meyakinkan keseimbangan antara intake dan output

2. mengetahui status perkembangan klien
3. Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi
4. pemberian cairan IV akan mengganti cairan yang hilang
5. untuk mengetahui terjadinya perubahan nutrisi pada klien
6. melakukan re dehidrasi

7. untuk terpenuhinya kebutuhan nutrisi klien

5
3
























1
Risiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare



































2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kkebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat


























3
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

2. Anjurkan fasien untuk meningkatkan intake fe




3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori




4

6. Monitor turgor kulit


7. Monitor mual dan muntah



8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan


9. Monitor pusat kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtive

10. Monitor kalori dan intake nutrisi
















1. formula nutrisi membantu absorpsi dibagian usus halus untuk memberi istirahat pada usus besar
2. pemberian vitamin C,dan B12 dapat mencegah terjadinya anemia,dan mempertinggi absorpsi zat besi
3. mencegah terjadinya anemia

4.mengkonsumsi sayur dan buah-buahan dapat mencegah konstipasi
5. untuk mengetahui terjadinya perubahan nutrisi klien
Dehidrasi


5
6. penurunan turgor menunjukkan kehilangan cairan
7. untuk mengetahui terjadinya perubahan nutrisi pada klien
8. untuk mengetahui status perkembangan klien
9. mengetahui adanya anemia

10. untuk mengetahui terjadinya perubahan nutrisi klien
1
4 2

Gangguan pada defekasi: diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus 3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami gangguan pada defecasi yaitu diare, dengan keriteria hasil :
1. Feses berbentuk BAB sehari sekali tiga kali
2. Menjaga daerah skitar rectal dari iritasi
3. Tidak mengalami diare
4. Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
5. Mempertahankan turgor kulit
4

1. Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti diare

2. Instruksikan pasien / keluarga untuk mencatat warna, jumlah frekuensi dan konsistensi dari feses

3. Hitung diare / keluaran BAB


4. Instruksikan pasien untuk makanan rendah serat, tinggi protein, tinggi kalori jika memungkinkan

5. Observasi turgor kulit secara rutin.

6. Monitor tanda dan gejala diare
5
1. menurunkan motalitas/peristaltik gastrointestinal.
2. membantu mengkaji beratnya penyakit yang diderita klien.


3. mengetahui seberapa berat diare yang di alami klien
4.Menghindarkan iritasi dan meningkatkan istirahat usus

5. Mengetahui derajat dehidrrasi
6. Menentukan seberapa jauh penanganan diare.

1
5 2

Perubahan pola defekasi : konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus 3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami gangguan defekasi yaitu konstipasi,dengan criteria hasil :
1. mempertahankan bentuk feces lunak setiap 1-3 hari
2. .bebas dari ketidaknyamanan dari konstipasi
3. mngidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
-n 4
1. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien

2. Membatasi pengunjung.



3. Monitor feces, frekuensi, konsistensi dan volume
4. Monitor bising usus


5. Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap klien.


6. Identifikasi faktor penyebab dan konstribusi konstipasi 5

1. memberikan rasa aman dan nyaman pada klien.

2. memberikan waktu istirahat untuk klien

3. Mendeteksi adanya darah dalam feces

4. untuk intervensi medis selanjutnya
5.Meningkatkan pengetahuan pasien tentang
Penyakit yang dideritanya.
6. Untuk menentukan intervensi selanjutnya






2.2.4. Tindakan Keperwatan
Tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping, ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan yaitu persiapan, perencanaan, dan dokumentasi. (Nursalam, 2001).
2.2.5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawaan adalah : Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Dengan mengukur perkembangn klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan. (Nursalam. 2001).
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan pada tahap evaluasi ini adalah kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Dengan berpatokan pada kriteria hasil tersebut dinilaiapakah masalah telah teratasi seluruhnya atau sebagian atau belum sama sekali atau justru timbul masalah baru.

Selanjutnya perkembangan respon klien dituangkan ke dalam catatan perkembangan klien dan diuraikan berdasarkan catatan uruatan SOAPIER, yaitu :
S (Subyektif) : Keluhan – keluhan yang dirasakan klien (apa yang dikatakan klien).
O (Obyektif) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan diukur perawat.
A (Assasment) : Kesimpulan perawat tentang kondisi klien.
P (Planing) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa atau masalah klien.
I (Implementation): Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E (Evaluation) : Evaluasi berisi tentang sejauh mana rencana dan tindakan evaluasi tedlah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi
R (Reasesment) : Bila berhasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengakajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subyektif, data objektif, dan proses analisis lainnya.

No comments:

Post a Comment