SELAMAT DATANG DI BLOG ASUHAN KEPERAWATAN SEMOGA BERMANFAATKADEK WAHYU ADI PUTRAASUHAN KEPERAWATAN GRATIS

Tuesday 16 October 2012

ASKEP TETANUS

TETANUS

A.Definisi

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.

B.Etologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro yang berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.Termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

C.Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka baker, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat.

Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.

Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot manjadi kejang mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

D.Gejala klinis

Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.

Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

1.Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.

2.Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)

3.Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)

4.Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.

5.Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

6.Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala dini.

7.Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.

8.Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.

9.Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10.Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1.tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.

2.Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.

3.Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.

Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1.Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
2.Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3.Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

E.Diagnosis

Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.

F.Diagnosis banding

Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang tetapi didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fospat). Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing dan kucing disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa trismus.

Trismus dapat pula terjadi pada argina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis, preumonia lobaris atas, miositis leher, spondilitis leher.

G.Pemeriksaan diagnostic

~ Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.

~ Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 ca.

H.Komplikasi

1.Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

2.Asfiksia

3.Atelektaksis karena obstruksi secret

4.Fraktura kompresi.

I.Prognosis

Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan. Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 % (masih tinggi)

J.Penatalaksanaan

a.Secara Umum

~ Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

~ Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada sonde parenteral.

~ Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

~ Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.

~ Mengatur cairan dan elektrolit.

b.Obat-obatan

1.Antitoksin

Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2.Anti kejang/Antikonvulsan

~ Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200 mg/hari).

~ Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.

~ Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

4.Antibiotik

Penizilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari. Dapat memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.

K.Pencegahan

1.Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.

2.Bila mendapat luka :

~ Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan H2O2.

~ Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.

~ Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.

~ Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari).







ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TETANUS

Pengkajian

1. Pengkajian umum
  • Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
2. Pengkajian khusus
  • System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan.
  • System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
  • System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
  • System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria)
  • System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
  • System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
  • Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang umum. ( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

Diagnosa Keperawatan
  1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan.
  2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan
  3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin ( bakterimia )
  4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
  5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
  6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
  7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
  8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
  9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi
  10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang
Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan

Ditandai dengan :
  • Ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)
Tujuan:
  • Jalan nafas efektif
Kriteria:
  • Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada
  • Pernafasan 16 – 18 kali/menit
  • Tidak ada pernafasan cuping hidung
  • Tidak ada tambahan otot pernafasan
  • Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )
Intervensi dan rasional :
  • Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi. Rasional : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
  • Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2 – 4 jam sekali. Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
  • Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section. Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga mempermudah proses respirasi.
  • Oksigenisasi sesuai intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia
  • Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
  • Observasi timbulnay gagal nafas/apnea. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilation)
  • Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik). Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan

Ditandai dengan :
  • Kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.
Tujuan :
  • Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
  • Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
  • Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit
  • Tidak sianosis
Intervensi dan rasional :
  • Monitor irama pernafasan dan respirasi rate. Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
  • Atur posisi luruskan jalan nafas. Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
  • Observasi tanda dan gejala sianosis. Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
  • Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
  • Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
  • Observasi timbulnya gagal nafas. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)

Ditandai dengan :
  • Suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3
Tujuan :
  • Suhu tubuh normal
kriteria :
  • Suhu kembali normal 36 – 37 °C
  • Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3
Intervensi dan rasional :
  • Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
  • Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
  • Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.
  • Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka. Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
  • Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang. Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
  • Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik. Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit. Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

Ditandai dengan :
  • Intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%
Tujuan :
  • Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
  • Berat badan optimal
  • Intake adekuat
  • Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%
Intervensi dan rasional :
  • Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh. Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.
  • Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar. Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah
  • Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line. Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
  • Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu. Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

No comments:

Post a Comment