SELAMAT DATANG DI BLOG ASUHAN KEPERAWATAN SEMOGA BERMANFAATKADEK WAHYU ADI PUTRAASUHAN KEPERAWATAN GRATIS

Friday 5 October 2012

ASKEP PADA KLIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL SPIRITUAL : KRISIS


PRINSIP PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL SPIRITUAL : KRISIS

 

 

A.     DEFINISI
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu.
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.
Krisis terjadi melalui empat fase :
Fase I : Ansietas meningkat sehingga muncul stimulus individu untuk
menggunakan koping yang biasa dipakai.
Fase II : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan gagal.
Fase III : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan bantuan orang lain.
Fase IV : Terjadi ansietas berat / panik yang menunjukkan adanya disorganisasi psikologis.

Faktor Pencetus Terjadinya Krisis :
  1. Kehilangan : - Kehilangan orang yang penting
-         Perceraian
-         Pekerjaan
  1. Transisi : - Pindah rumah
-         Lulus sekolah
-         Perkawinan
-         Melahirkan
  1. Tantangan : - Promosi
-         Perubahan karir



Kualitas dan Maturitas Ego dinilai berdasarkan ( G. Caplan 1961) :
1.       Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta mempertahankan keseimbangan.
2.       Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan problem.
3.       Kemampuan untuk mengatasi problem serta mempertahankan keseimbangan social.

B.     FAKTOR PENGIMBANG ( Balancing Factory )
Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu :
1)      Persepsi individu terhadap kejadian
a)      Arti kejadian tersebut pada individu
b)      Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu
c)      Pandangan realistic & tidak realistic terhadap kejadian
2)      Situasi yang mendorong / dukungan situasi
-         Ada orang / lembaga yang dapat mendorong individu
3)      Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu
-         Sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya.

C.     TIPE – TIPE KRISIS
  1. Krisis Maturasi
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang yang setiap saat tahap mempunyai tugas dan masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya tiap tahap dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stress yang terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan yang dapat mengganggu keseimbangan psikologis, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, menjadi orang tua, menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh peran yang memadai, sumber – sumber interpersonal, dan tingkat penerimaan orang lain terhadap peran baru.
  1. Krisis Situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat dari suatu kejadian yang spesifik, seperti : kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan diluar nikah, penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai, kegagalan disekolah.
  1. Krisis Malapetaka ( Krisis Sosial )
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta
menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan di lingkungan seperti : gunung meletus, kebakaran dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang seperti halnya pada krisis maturasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRISIS
A.     PENGKAJIAN
  1. Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang tercantum oleh kejadian dan gejala yang timbul.
a)      Kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian maupun karena perpisahan.
b)      Kehilangan biopsikososial seperti : kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.
c)      Kehilangan milik pribadi misalnya : kehilangan harta benda, kehilangan kewarganegaran, rumah kena gusur.
d)      Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup.
e)      Ancaman – ancaman lain yang dapat diidentifikasi termasuk semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.
  1. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis, termasuk pokok – pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
a)      Apa arti makna kejadian terhadap individu
b)      Pengaruh kejadian terhadap masa depan
c)      Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistis
d)      Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri, dengan keluarga, dengan teman.
e)      Apakah punya teman tempat mengeluh
f)        Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga
g)      Apakah ada orang atau lembaga yang dapat memberikan bantuan
h)      Apakah mempunyai keterampilan menggantikan fungsi orang yang hilang
i)        Perasaan diasingkan oleh lingkungan
j)        Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic

Data yang dikumpulkan berkaitan dengan koping individu tak efektif, sbb :
  1. Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan.
  2. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, putus asa.
  3. Perasaan diasingkan oleh lingkungan.
  4. Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.
  5. Mengungkapkan ketidakpastian terhadap pilihan – pilihan.
  6. Mengungkapkan kurangnya dukungan dari orang yang berarti.
  7. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan.
  8. Perasaan khawatir, ansietas.
  9. Perubahan dalam partisipasi social.
  10. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
  11. Tampak pasif, ekspresi wajah tegang.
  12. Perhatian menurun.

Pada krisis malapetaka perilaku individu dapat diidentifikasi berdasarkan fase
respon terhadap masalah musibah yang dialami.
FASE
1.      1.Dampak Emosional
2.      2.Pemberani (heroic)
3.      3.Bulan madu (honeymoon)
4.      4.Kekecewaan
5.      5.Rekonstruksi dan Reorganisasi

RESPON
1.      Fase ini sudah termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut : syok, panic, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.
2.      Terjadi suatu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga, dan tim kedaruratan kegiatan yang konstruktif saat itu dapat mengatasi ansietas dan depresi. Akan tetapi aktifitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.
3.      Fase ini mulai terlihat pada satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka. Kebutuhan bantuan orang lain berupa uang, sumber daya, serta dukungan dari berbagai pihak. Perkumpulan akan membantu memberikan masyarakat baru masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.
4.      Fase ini berakhir dalam 2 bulan s/d 1 tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membanding – bandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya, dan mulai tumbuh rasa benci atau sikap bermusuhan terhadap orang lain.
5.      Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalhnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan lingkungannya. Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadi musibah.

TEHNIK PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KRISIS
Coba untuk mewawancarai  pasien secara santai dan tidak mengancam, dan berikan pasien kesempatan untuk bicara secara bebas dan mengeluarkan atau kerisauan hati. Banyak remaja merasa terancam oleh kemugkinan tindakan psikiatrik atau harus dirawat dirumah sakit dau tidak tahu cara bereaksinya
Sering perlu untuk mewawancarai remaja sendiri, tanpa orang tuanya. Orang tua lalu boleh diajak bicara terpisah atau bersamaan dengan sang remajanya. Mungkin banyak membantu untuk meyakinkan pasien bahwa wawancara ini adalah rahasia dan sampaikan bahwa saudara sebagai pewawancara akan memperhatikan secara sungguh-sungguh tentang soal yang dianggap masalah oleh pasien. Beberapa remaja akan segera membukakan hati dan bicara secara terus terang bila diberikan kesempetan bicara secara professional pada suasana yang mendukung dan aman.
Kadang remaja menolak untuk berbicara dalam wawancara sebagai suatu upaya untuk menunjukkan sedikit protes atau mengatur situasi pada saat mereka ditempatkan di situ bukan atas kehendaknya. Pada situasi seperti ini, biasanya tidak membantu untuk menentang dan menantang sikap sang remaja secara frontal. Suatu teknik yang berguna dan sering digunakan  ialah mengubah perlawanan ini menjadi positif, seperti kebutuhannya untuk kebebasan dan sendiri. Suatu pernyataan yang khas ialah, “Saya mengerti tentang kebutuhan anda untuk sendiri, karena sesungguhnya kedatangan anda kemari bukan kehendak anda bukan ?, dan anda tidak mengenal saya sama sekali. Jadi,bicaralah bila anda merasa yakin dan aman; Saya berusaha untuk menghormati kebutuhan anda.”

EVALUASI DAN PENGELOLAAN
1.      Remaja dalam krisis dapat menampilkan masalah yang kompleks dan terkait dengan interaksi individual, keluarga, psikososial, biologik dan medik. Hal ini akan menjadi penting untuk mendapatkan informasi dan sumber yang pasti, termasuk orang tua, anggota keluarga lain, konselor sekolah, dan ahli pengobatan berobat jalan (out-patient therapist). Penting juga untuk menyingkirkan adanya kondisi medik yang mendasarinya.
2.      Coba hindarkan perawatan inap remaja kecuali tidak ada jalan lain. Perawatan inap hanya memberikan stigma pada remaja itu dan tentunya menggangu kehadiran disekolahnya. Lebih dari itu, dalam struktur keluarga, perawatan inap dirumah sakit membedakan pasien sebagai seorang dengan gangguan dan di jadikan kambing hitam bila terdapat patologi keluarga, padahal belum tentu dia yang menjadi penyebab. Tetapi yang jelas dan keuntungan yang diharapkan harus digariskan.Contoh, beberapa pasien  yang bertindak keras dengan gangguan tingkah laku mungkin hanya mendapat pengendalian perilaku dan kekangan di rumah sakit. Sering, mencari tempat tinggal lain (seperti tinggal dengan anggota keluargajauh atau teman), dan jauh dari rumah sendiri atau tinggal di suatu panti merupakan satu upaya yang dapat menyelesaikan masalah krisisnya.
3.      Angka kepatuhan untuk rujukan dari UGD ke klinik biasanya hanya kurang dari 50%; jadi, pelaksana rujukan merupakan hal yang amat penting. Orangtua harus diberi nama klinik dan ahli terapinya, Dan orangtua harus diundang untuk menentukan bahwa perjanjian itu dipatuhi.
4.      Perlu diketahui peraturan perundang-undangan untuk remaja dalam masyarakat atau Negara itu mengenai kemampuannya menentukan untuk menerima terapi dan tanyakan persetujuan orangtua dibutuhkan atau tidak.
5.      Konsultasi dengan orangtua dan sekolahnya
6.      Bila pasien remaja adalah psikotik, hati-hati dengan perilaku bunuh diri dan kekerasan. Dalam hal ini, gagasan bunuh diri tanpa percobaan bunuh diri, tetap harus dianggap serius dan selalu membutuhkan perawatan inap.
7.      Kecenderungan bunuh diri dan perilaku bunuh diri harus selalu dipantau secara cermat pada remaja yang secara akut cenderung membunuh atau bertindak keras, karena hubungan antara kedua kondisi itu erat.
8.      Perhatikan benar terhadap pengelolaan cetusan kekerasan di UGD atau tempat peraktik, terutama bila sang remaja mempunyai riwayat tindak kekerasan itu atau bila mereka di bawah pengaruh alcohol atau obat


B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang lain yang dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah.
TUJUAN
Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas.
INTERVENSI
1.      Membina hubungan saling percaya dengan lebih banyak memakai komunikasi non verbal.
2.      Mengizinkan pasien untuk menangis.
3.      Menunjukkan sikap empati.
4.      Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien belum mau berbicara.
5.      Mengatakan kepada pasien bahwa perawat dapat mengerti apabila dia belum siap untuk membicarakan perasaannya dan mungkin
pasien merasa bahwa nanti perawat akan mendengarkan jika dia sudah bersedia berbicara.
6.      Membantu pasien menggali perasaan serta gejala – gejala yang berkaitan denganperasaan kehilangan.
  1. Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah.
TUJUAN
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain.
INTERVENSI
1.      Melakukan pendekatan kepada anggota keluarga dengan sikap yang hangat, empati dan memberi dukungan.
2.      Menanyakan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya, seperti timbulnya penyakit, beban yang dirasakan, akibat yang diduga timbul karena penyakit yang didertita oleh anggota keluarga tersebut.
3.      Menanyakan tentang perilaku keluarga yang sakit.
4.      Menanyakan tentang sikap keluarga secara keseluruhan dalam menghadapi keluarga yang sakit.
5.      Mendiskusikan dengan keluarga apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi perasan cemas, takut, dan rasa bersalah.

C.     PERENCANAAN
Dinamika yang mendasari krisis ditetapkan alternative penyelesaian, langkah-langkah untuk mencapai penyelesaian masalah seperti : menentukan lingkungan pendukung dan memperkuat mekanisme koping.


D.    TUJUAN
  1. Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.
  2. Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin)
  3. Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri.

E.     TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari urutan yang paling dangkal sampai paling dalam, yaitu :
1)      Manipulasi lingkungan
Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.
2)      Dukungan umum (general support)
Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.
3)      Pendekatan genetic (genetic approach)
Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu – individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunh diri / membunuh orang lain.
4)      Pendekatan individual (individual approach)
Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.



F.      EVALUASI
Beberapa hal yang dievaluasi antara lain :
  1. Dapatkah individu menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum krisis terjadi ?
  2. Sudah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan tercantum oleh kejadian yang menjadi factor pencetus ?
  3. Apakah perilaku maladaptif atau symptom yang ditunjukkan telah berkurang ?
  4. Apakah mekanisme koping yang adaptif sudah berfungsi kembali ?
  5. Apakah individu telah mempunyai pendukung sebagai tempat ia bertumpu/berpegang ?
  6. Pengalaman apa yang diperoleh oleh individu yang mungkin dapat membantunya dalam menghadapi keadaan krisis dikemudian hari ?


DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta
Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.
Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.

No comments:

Post a Comment