ASUHAN
KEPERAWATAN ATRESIA ESOFAGUS
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia
esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana
terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia
Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%
kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa
fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa
atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus
tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat
banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan
atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang
nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru
lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan,
segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada
atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari
mulut (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).
Angka
keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan
jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan
adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%
dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor resiko.
Atresia
esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia
esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia,
insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah
pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara
normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari
lambung.
1.2 Permasalahan
Adapun
permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu atresia
esofagus dan bagaimana asuhan keperawatannya.
1.3 Tujuan
- Tujuan umum
Memahami
apa itu atresia esofagus dan mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
atresia esofagus.
- Tujuan khusus
1)
Mengetahui definisi atresia esofagus
2)
Mengetahui etiologi atresia esofagus
3)
Mengetahui klasifikasi atresia esofagus
4)
Mengetahui manifestasi klinik dari atresia esofagus
5)
Mengetahui komplikasi dari operasi perbaikan pada atresia esofagus
6)
Memahami asuhan keperawatan pada atresia esofagus.
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Athresia
Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan
pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai
yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia
berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau
muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus
ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian
bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus
dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia
Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
2.2 Epidemiologi
Atresia
esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari
Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14
kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi
dari traktus gastrointestinal.
Tahun
1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan
operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus
sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di
Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran
hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui.
Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu
1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin
yang kembar.
2.3 Patofisiologi
Janin
dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada
janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir
menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus
dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea
juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali
mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C
seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh.
Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea
juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika
terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas;
hipoksia, bahkan apnea.
2.4 Etiologi
Sampai
saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah
satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik.
Namun
saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan
tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang
diketahui.
2.5 Klasifikasi
- Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .
- Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
segmen
esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan
berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
- Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E)
Terdapat
hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan
trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan
diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah.
Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.
- Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran
kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi.
Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas
ujung dinding depan esofagus.
- Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa, Gross D).
Pada
kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi
sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran
pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula
dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.
2.6 Gambaran Klinis
Ada
beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
- Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
- Sianosis
- Batuk dan sesak napas
- Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
- Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
- Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
- Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
2.7 Diagnosis
Diagnosa
dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi
lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan
USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang
sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan
harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa
Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut (bubble
stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu.
Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri
merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang
tersedia untung meningkatkan angka diagnostik prenatal termasuk
pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu”
kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi
baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang
nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan
atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan
ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada fase
ini tentu sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang kaku
harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter
tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan
abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4),
sementara gas pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus
distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang
terisolasi.
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
- Memasukkan selang nasogastrik
- Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.
2.8 Penatalaksanaan
Atresia
merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan
untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus
harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret.
Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi
respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
- Penatalaksanaan Medis
Pengobatan
dilakukan dengan operasi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum
dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap
untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya
dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat.
Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya
dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Pendekatan Post Operasi
Segera
setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut
- Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
- Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
- Analgetik diberi jika dibutuhkan
- Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
- Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
- Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
- Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
Perawatan
di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya
komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi
dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor
fungsi esofagus.
2.9 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi
yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut:
1. Dismotilitas esophagus.
1. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas
terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas
bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai
makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.
2. Gastroesofagus refluk.
Kira-kira
50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada
saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke
esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan
ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan.
4. Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia
adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini
dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi
ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis.
6. Batuk kronis.
Batuk
merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini
disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan
keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ESOPHAGUS
Pengkajian Keperawatan
- Lakukan pengkajian bayi baru lahir
- Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
- Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut tersumbat.
- Kaji tanda-tanda distres pernapasan.
- Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.
Tujuan:
Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi
Kriteria Hasil:
- Jalan napas tetap paten
- Bayi tidak teraspirasi sekresi
- Pernapasan tetap pada batas normal
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Lakukan
pengisapan sesuai dengan kebutuhan.
|
Untuk
menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring.
|
2.
|
Beri
posis terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan
(sedikitnya 300).
|
Untuk
menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi
lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.
|
3.
|
Beri
oksigen jika bayi menjadi sianotik.
|
Untuk
membantu menghilangkan distress pernapasan.
|
4.
|
Jangan
gunakan tekanan positif (misalnya; kantong resusitasi/ masker).
|
Karena
dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana
tambahan pada rongga torakal.
|
5.
|
Puasakan
|
Untuk
mencegah aspirasi.
|
6.
|
Pertahankan
penghisapan segmen esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di
pesankan pada masa pra operasi.
|
Untuk
menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong.
|
7.
|
Tinggalkan
selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.
|
Agar
udara dapat keluar, meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan
trakea.
|
- Diagnosa keperawatan: Kerusakan (kesulitan) menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis.
Tujuan:
Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan
penambahan berat badan yang memuaskan.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Beri
makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuan
|
Untuk
memberikan nutrisi sampai pemberian makanan oral memungkinkan.
|
2.
|
Lanjutkan
pemberian makan oral sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan
pembedahan.
|
Untuk
memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
|
3.
|
Observasi
dengan ketat.
|
Untuk
memastikan bayi mampu menelan tanpa tersedak.
|
4.
|
Pntau
masukan keluaran dan berat badan.
|
Untuk
mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
|
5.
|
Ajarkan
keluarga tentang teknik pemberian makan yang tepat.
|
Untuk
mempersiapkan diri terhadap pemulangan.
|
- Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan:
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.
Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi
pembedahan.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Hisap
hanya dengan kateter yang diukur sebelumnya sampai ke jarak yang tidak
mencapai sisi pembedahan.
|
Untuk
mencegah trauma pada mukosa.
|
- Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan.
Tujuan:
Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil:
- Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non- nutrisi.
- Mulut tetap bersih dan lembab.
- Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Beri
stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).
|
Untuk
memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan.
|
2.
|
Beri
perawatan mulut.
|
Untuk
menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab.
|
3.
|
Beri
analgesik sesuai ketentuan
|
|
4.
|
Dorong
orangtua untuk berpastisipasi dalam perawatan anak.
|
Untuk
memberikan rasa nyaman dan aman.
|
- Diagnosa keperawatan :perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek fisik.
Tujuan :
pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah.
Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan
pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ajarkan
pada keluarga tentang keterampilan dan observasi kebutuhan perawat di rumah:
|
|
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia
esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana
terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia
berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau
muara (buntu), pada esofagus (+).
Atresia
esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat
dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal)
Klasifikasi
atresia esofagus
1) Atresia
Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) 2)
Atresia erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal (2%Vogt III &
Gross B). 3) Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)
4) Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
5) Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt IIIa, Gross
4) Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
5) Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% Vogt IIIa, Gross
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah.
2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Sacharin,
Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.
Wong,
Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.
No comments:
Post a Comment