ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOMIELITIS
A. TINJAUAN TEORI
Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan
dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons
jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain (
misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran
nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat
di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau
kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic
seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes
mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat
lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani
pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan,
begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau
memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Etiologi
Ø Staphylococcus aureus 70% – 80 %
Ø Proteus
Ø Pseudomonas
Ø Escerehia Coli
Dilakukan kultur
Awitan Osteomielitis :
ü Setelah pembedahan ortopedi
terjadi 3 bulan pertama (Akut Fulminan-Stadium 1)
ü Antara 4-24 bulan setelah
pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2)
ü Penyebaran hematogen lebih dari 2
tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3)
Patofisiologi
Staphylococcus
aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan
Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering
berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi
antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2
tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon
inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang
sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke
jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada
perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak
dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum)
dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan
mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis
tipe kronis.
Klasifikasi
Osteomielitis
dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:
Ø Osteomielitis
Primer
Penyebarannya
secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
Ø Osteomielitis
Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)
Terjadi
akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan
sebagainya.
Tanda dan Gejala
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium
patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada
keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran
napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah
infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan.
Manifstasi
Klinis
Jika
infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan
manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia
dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local
secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang,
akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan
tekanan pus yang terkumpul.
Bila
osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi
membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada
pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan
parut akibat kurangnya asupan darah.
Evaluasi
Diagnostik
Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya
menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah
dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan
pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis
definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan
peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk
menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler,
peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada
sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area
terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal.
Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan
organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.
Pemeriksaan
penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
Prinsip
penatalaksanaan
Daerah
yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran
awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah,
swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
pathogen.
Begitu
spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi
bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi
sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran
darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis
antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar
antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling
sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan
dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila
pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena
harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah
itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi
antibiotika dilanjutkan.
Pada
osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan
sequestrektomi (pangangkatan
involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang
harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi
cekungan yang dangkal (saucerization).
Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat
terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka
dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma
dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7
sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga
yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer
tulang berpembuluh darah atau flap otot
(dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan
pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan
darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan
eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan
infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi
jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti
dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat
menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika
profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu.
Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi
superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
v Identifikasi awitan gejala akut :
nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai
nyeri, pembengkakan dan demam.
v Kaji faktor resiko : Lansia, DM,
terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah
ortopedi sebelumnya.
v Hal-hal yang dikaji meliputi umur,
pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi
tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial
terjadinya infeksi.
b. Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi
menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema
atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya
diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan,
khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien
dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji
perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan
atau sekolah.
d. Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya
leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi
hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang.
Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :
1) Nyeri berhubungan dengan
inflamasi dan pembengkakan.
2) Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat
badan.
3) Resiko terhadap perluasan infeksi
berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
4) Kurang pengetahuan tentang
program pengobatan.
3) Perencanaan dan Implemantasi
Sasaran pasien meliputi peradaan
nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas terapeutik, kontrol dan
eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan.
4) Intervensi Keperawatan
Peradaan
Nyeri : Bagian yang terkena harus
diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi diatas
dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat
digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa
nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.
Peninggian dapat mengurangi
pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status neurovaskuler
ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri
dan analgesic yang diresepkan cukup berguna.
Perbaikan
Mobilitas Fisik : Program
pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan
harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang.
Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif
dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk
mempertahankan rasa sehat secara umum.
Mengontrol
Proses Infeksi : Perawat
memantau respons pasien terhadap terapi antibiotika dan melakukan observasi
tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi.
Bila diperlukan pembedahan, harus
dilakukan upaya untuk menyakinkan adanya peredaran darah yang memadai
(penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk
memperbaiki aliaran balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang
di-grafit), untuk mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk memenuhi
pembatasan beban berat badan.
Kesehatan umum dan nutrisi pasien
harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk
meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangasang penyembuhan.
Pendidikan
Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan
osteomielitis, termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat
dilakukan di rumah. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah
termotivasi serta keluarga mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif
terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik.
Pasien dan keluarganya harus
memahami benar protokol antibiotika. Selain itu, penggantian balutan secara
stesil dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien sebelum
pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari
perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
osteomielitis di rumah.
Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai
bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta
untuk melakukan obsevasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar
pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.
5) Evaluasi
Hasil yang
diharapkan :
1. Mengalami Peredaan Nyeri
Ø Melaporkan berkurangnya nyeri
Ø Tidak mengalami nyeri tekan di
tempat terjadinya infeksi
Ø Tidak mengalami ketidaknyamanan
bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas fisik
Ø Berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan diri
Ø Mempertahankan fungsi penuh
ektremitas yang sehat
Ø Memperlihatkan penggunaan alat
imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3. Tidak adanya infeksi
Ø Memakai antibiotika sesuai resep
Ø Suhu badan normal
Ø Tidak ada pembengkakan
Ø Tidak ada pus
Ø Angka leukosit dan laju endap
darah kembali normal
Ø Biarkan darah negatif
4. Mamatuhi rencana terapeutik
Ø Memakai antibiotika sesuai resep
Ø Melindungi tulang yang lemah
Ø Memperlihatkan perawatan luka yang
benar
Ø Melaporkan bila ada masalah segera
Ø Makan diet seimbang dengan tinggi
protein dan vitamin C dan D
Ø Mematuhi perjanjian untuk tindak
lanjut
Ø Melaporkan peningkatan kekuatan
Ø Tidak melaporkan penigkatan suhu
badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner,
Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC :
Jakarta
Doenges,
Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.
No comments:
Post a Comment