ASUHAN
KEPERAWATAN PYLONEPHRITIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Infeksi
Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang
usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas sekitar tujuh juta
kunjungan pasien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika Serikat (Stamm,1998).
Secara mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna
(ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran
tengah yang dikumpulkan pada cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya
berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria
dapat disertai infeksi simtomatikndari struktur-struktur traktus urinarius/ UTI
umumnya dibagi dalam dua sub kategori besar: UTI bagian bawah
(uretritis,sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut).
Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan pielonefritis akut ( infeksi pelvis
dan interstisium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan
morbilitas tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif.
Pielonefritis
merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan
naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung, bakteri
jarang yang mencapai ginjal melalui aliran darah; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis
sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup uretevesikal
yang tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam
ureter. Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan kerentanan ginjal
terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik
benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis dapat
akut dan kronis.
1.2
Rumusan Masalah
Permasalahan
yang kami angakt dalam makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada
pielonefritis.
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui dasar tentang pielonefritis.
2. Untuk
mengetahui pembagian dari pielonefritis.
3. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien pielonefritis.
BAB II
KONSEP
DASAR PIELONEFRITIS
2.1
Pengertian Pielonefritis
Pielonefritis
adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena
adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai
dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat
mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum= piala ginjal).
2.2
Penyebab
·
Bakteri
E. Coli.
·
Resisten
terhadap antibiotik.
·
Obstruksi
ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.
·
Infeksi
aktif.
·
Penurunan
fungsi ginjal.
·
Uretra
refluk.
·
Bakteri
menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.
2.3
Patofisiologi
Masuk ke
dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan pembekakan
daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi
terjadi setelah terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena
infeksi steptococcus yang berasal dari darah (descending).
Pyelonefritis
dibagi menjadi 2 macam yaitu :
·
Pyelonefritis
akut.
·
Pyelonefritis
kronik.
1.
Pyelonefritis
akut
Pyelonefritis
akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak
sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua
minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah
ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran
urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul
ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan
tubulus serta glomerulus terjadi.
Kronik
pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis
kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang
berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal
faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut
progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan
ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa
tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di
temukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan
Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.
2.4
Tanda dan Gejala
1.
Pyelonefritis
akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal.
2.
Pada
pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada
pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
3.
Pada
perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.
4.
Client
biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
5.
Pada
pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang
tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
1.
Pyelonefritis
kronik
Pyelonefritis
kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga kedua ginjal
perlahan-lahan mejadi rusak.
2.4
Tanda dan Gejala
1.
Adanya
serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala
yang sfesifik.
2.
Adanya
keletihan.
3.
Sakit
kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
4.
Adanya
poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria,
pyuria, dan kepekatan urin menurun.
5.
Kesehatan
pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
6.
Ketidaknormalan
kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7.
Ginjal
mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
8.
Tiba-tiba
ketika ditemukan adanya hypertensi.
2.5
Evaluasi Diagnostik.
Evaluasi
Diagnostik. Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi
adalah penting untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran. Kultus urine dan tes
sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab sehingga agens
antimikrobial yang tepat dapat diresepkana.
1.
Diagnosa
pyelonefritis kronik
Dulu
hampir selalu dipakai bila ditemukan kelainan tubulointerstisial ini,
pengertian tentang derajat VUR yang berat dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut pada ginjal, atrofi, dan dilatasi kaliks (nefropati refluks0,
yang lazim didiagnosis sebagai pyelonefritis kronik, sekarang ini sudah
diterima dengan baik. Mekanisme penyebab jaringan parut diyakini merupakan
gabungan dari efek : (1) VUR, (2) refluks intrarenal, dan (3) infeksi (kunin,
1997; tolkoff-Rubin, 2000; Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan
satu-satunya faktor penentu terpenting dari kerusakan ginjal. Banyak bukti yang
menyongkong pendapat bahwa keterlibatan ginjal pada nefropati refluks terjadi
pada awal masa kanak-kanak sebelum usia 5 sampai 6 tahun, karena pembentukan
jaringan parut yang baru jarang terjadi setelah usia ini. Penjelasan dari
pengamatan ini adalah bahwa refluks intrarenal terhenti sewaktu anak menjadi
lebih besar (kemungkinan besar karena perkembangan ginjal), walaupun demikian
VUR dapat terus berlanjut.
Pada orang
dewasa. VUR dan nefropati refluks dapat berkaitan dengan gangguan obstruktif
dan neoruligik yang menyebabkan sumbatan pada drainase urine (seperti batu
ginjal atau vesika urinaria neurologik akibat diabetes atau cidera batang
otak). Namun, sebagian besar orang dewasa yang memiliki jaringan parut pada
ginjal akibat pyelonefritis kronik mendapat lesi-lesi ini pada awal masa
kana-kanaknya. Bkti-bukti yang menyokong mekanisme refluks infeksi ini berasal
dari percobaan pada hewan dan pengamatan pada manusia dengan hasil sebagai
berikut : 85% sampai 100% anak-anak dan 50% orang dewasa dengan
jaringan parut ginjal menderita VUR (Tolkoff-Rubin,2000) .
Mekanisme
penyataannya nefropati refluks yang mulai terjadi pada awal masa kanak-kanak
dapat njelskan bagmenjelaskan pembentukan jaringan parut dan kerusakan ginjal
pada banyak pasien, masih sulit untuk menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan
ginjal progresif karena pada sejumlah orang orang dewasa dengan pyelonifritis
tahap akhir tidak dapat refluks maupun UTI. Beberapa pasien bahkan tidak dapat
mengingat sama sekali pernah mengalami UTI berulang. Teori paling populer untuk
menjelaskan gagal ginjal progisif yang terjadi pada pasien dengan refluks yang
sudah dikoreksi dengan urine steril adalah teori hemodinamik intrarenal atau
hipotesis hiperfitrasi (Rose, Rennke, 1994). Menurut teori ini, infeksi awal
penyebab kerusakan nefron mengakibatkan kompensasi peningkatan tekanan
kapiler glomelurus (Pgc) dan hiperperfusi pada sisa nefron yang
masih relatif normal. Tampaknya hipertensi intraglomerulus ini menimbulkan
cidera pada glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis. Konsep cedera
glomerulus yang diperantaikeadaan hemodinamik ini didukung oleh semakin
banyaknya bukti dari percobaan menunjukan bahwa pengendalian hipertensi
sistemik terutama dengan pemberian obat-obat penghambat enzim konversi
angiotensi (ACE) seperti koptopril atau enalapril maleat memperlambat penurunan
GFR pada banyak pasien gagal ginjal. Obat-obatan ini menurunkan Pgc dengan
melawan kerja angiotensin II dan dilatasi arteriol eferen. Penurunan Pgc juga
terjadi jika makanan berprotein dibatasi hanya 20 sampai 30g/hari, dilengkapi
dengan asam amino dan analog ketonya.
2.6
Penatalaksanaan
Pasien
pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi
antimikrobisl ysng intensif. Terapi parental diberikan se;lama 24 samapi 28 jam
sampai pasien afrebil. Pada waktu tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien
dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan
agens oral. Untuk mrncega perkemban biakannyabakteri yang tersisa, maka pengobatan
pyelonefritis akut biasanya lebi lama dari pada sistesis.
Masalah
yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang
muncul sampai beberapa bulan atau tahun tampa gejala. Setelah program
antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan
antimikrobial sampai bukti adanya bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh
faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil.
Kadar keratininserum dan hitung darah pasien dipantau durasinya pada terapi
jangka panjang.
Penatalaksanaan
agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui
kultur urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantion atau
kombinasi sulfametoxazole dan trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan
pertumbuhan bakteri. Fungsi renal ketat, terutama jika medikasi potensial
toksin bagi ginjal.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN PIELONEFRITIS
3.1
Pengkajian Keperawatan
1.
Identifikasi Pasien
Anak
wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat
Penyakit
a.
Keluhan utama : nyeri punggung dibawah dan disuria.
b.
Riwayat penyakit sekarang: masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga
menyebabkan infeksi.
c.
Riwayat penyakit dahulu: mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelunnya.
d.
Riwayat penyakit keluarga: ISK bukanlah penyakit keturunan.
3. Pola
fungsi kesehatan
1.
Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan: kurangnya pengetahuan pasien tentang
pencegahan.
2.
Pola
istirahat dan tidur: istirahat dan tidur pasien mengalami gangguan karena
gelisah dan nyeri.
c.
Pola eliminasi: pasien cenderung mengalami disuria dan sering kencing.
d. Pola
aktivitas: aktivitas pasien mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang
datang.
4.
Pemeriksaan fisik
a.
Tanda-tanda vital
TD: normal
/ meningkat
Nadi:
normal/ meningkat
Respirasi:
normal/ meningkat
Temperatur:
normal/ meningkat
b.
Data fokus
Inpeksi:
rekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
Palpasi:
suhu tubuh meningkat atau tidak
Perkusi:
resona
Auskultasi:
3.2
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan struktur urinasius lain.
b.
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstuksi pada kandung kemih atau
pun stuktur traktus urinarius lain.
c.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
3.3
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa
Keperawatan: nyeri dan ketidakseimbangannya berhubungan dengan inflamasi
dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Kriteria
evaluasi :
tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Pantau haluaran urine terhadap
perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan
pantau hasil urinalisis ulang.
|
Untuk mengidentifikasi indikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
|
2.
|
Catat lokasi, lamanya intensitas
skala (1-10) penyebaran nyeri.
|
Membantu mengevaluasi tempat
obstroksi dan penyebab nyeri.
|
3.
|
Berikan tindakan nyaman, seperti
pijatan punggung, lingkungan istirahat.
|
Meningkatkan relaksasi, menurunkan
tegangan otot.
|
4.
|
Bantu atau dorong penggunaan nafas
berfokus relaksasi.
|
Membantu mengarahkan kembali
perhatian dan untuk relaksasi otot.
|
5.
|
Berikan perawatan perineal.
|
Untuk mencegah kontaminasi uretra
|
6.
|
Jika dipasang kateter indwelling,
berikan perawatan kateter 2 n kali per hari.
|
Kateter memberikan jalan bakteri untuk
memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
|
7.
|
Kolaborasi
Konsul
dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut
atau keruh. Pla berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit,
perasaan ingin kencing, meneter setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit.
|
Temuan-temuan
ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas.
|
8.
|
Berikan analgesic sesuia kebutuhan
dan evaluasi keberhasilannya.
|
Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
mengurangi nyeri.
|
9.
|
Memberikan antibiotik. Buat
berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400
ml/hari.
|
Akibat dari haluaran urin
memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih.
|
2. Diagnosa
Keperawatan: Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi
mekanik pada kandung kemih atau pun struktur traktus urianarius lain.
Kriteria
Evaluasi: Pola
eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,
oliguri, disuria).
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Awasi pemasukan dan pengeluaran
karakteristik urin.
|
Memberikan informasi tentang
fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
|
2.
|
Tentukan pola berkemih pasien.
|
|
3.
|
Dorong meningkatkan pemasukan
cairan.
|
Peningkatan hidrasi membilas bakteri
|
4.
|
Kaji keluhan kandung kemih penuh.
|
Retensi urin dapat terjadi
menyebabkan distensi jaringan (kandungan kemih/ginjal).
|
5.
|
Observasi perubahan status mental:
perilaku atau tingkat kesadaran.
|
Akumulasi sisa uremik dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat.
|
6.
|
Kecuali dikontaminasikan: ubah
posisi pasien setiap 2 jam.
|
Untuk mencegah status urin.
|
7.
|
Kolaborasi
Awasi
pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin.
|
Pengawasan
terhadap disfungsi ginjal.
|
8.
|
Lakukan tindakan untuk memelihara
asam urin.
|
Asam urin menghalangi tumbuhnya
kuman
|
9.
|
Tingkatkan masukan sari buah berri
dan berikan obat-obatan untuk meningkatakanasam urine.
|
Peningkatan masukan sari buah
dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
|
.
3. Diagnosa
Keperawatan: Kurangnya pengetahuan tantang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria
evaluasi: Menyatakan
mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan
tindakan perawatan diri preventif.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang.
|
Memberikan pengetahuan dasar
dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
|
2.
|
Berikan informasi tentang: sumber infeksi,
tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik,
pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan
sebelum pemeriksaan, perawatan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah
pemeriksaan.
|
Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
|
3.
|
Pastikan pasien atau orang
terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi
tertulis untuk perawatan sesudah pemeriksaan.
|
Instruksi verbal dapat dengan
mudah untuk dilupakan.
|
4.
|
Instruksikan pasien untuk
menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas
per hari khususnya sari buah berri.
|
pasien sering menghentikan obat
mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin
dan mencegah pertumbuhan bakteri.
|
5.
|
Berikan kesempatan pada pasien
untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
|
Untuk mendeteksi isyarat indikatif
kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana
terapeutik.
|
.
3.4
Implementasi Keperawatan
Implementasi
yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kondisi pasien
3.5
Evaluasi Keperawatan
- Pasien
tidak merasa nyeri waktu berkemih.
-
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil,
masukkan dan keluaran urine seimbang.
-
Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
-
Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Buku
Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8 Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
No comments:
Post a Comment