ASUHAN
KEPERAWATAN HIV/AIDS
Pengertian
AIDS atau Acquired Immune Deficiency
Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana
sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit
keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala
penyakit
Kerusakan progresif pada system
kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan
mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak
berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan
meninggal.
·
AIDS
adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan
tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
·
AIDS
diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
·
AIDS
diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan
dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang
mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan
retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T.
Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel
dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi
respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim,
reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari
sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam
tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen
yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi
limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap
infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang
biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi
dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka
system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi
sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan
gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini,
gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah
T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau
apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang
dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang
termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini
pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah
dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang simptomatik.
1. Limpanodenopati generalisata yang
persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori
klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal
(peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat
karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas
( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2
kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus
dengan abses Tubo Varii
Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada
dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea /
paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner /
diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien,
atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan
penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus
kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata /
ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan
limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium (
M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi
(pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies
lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal
progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human
Immunodeficiency Virus ( HIV)
Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya
riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti
flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati,
keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama
penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan
suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal :
·
Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip
tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk,
nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening,
dan bercak merah ditubuh.
·
Infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
·
Radang
kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek,
sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus
(HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan
cacat.
b. Neurologik
1. kompleks dimensia AIDS karena
serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
2. Enselophaty akut, karena reaksi
terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.
3. Infark serebral kornea sifilis
meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4. Neuropati karena imflamasi
demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus,
pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan
efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah,
nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan
fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii,
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek
nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus
herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
skunder dan sepsis.
f. Sensorik
·
Pandangan
: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
·
Pendengaran
: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS,
jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk
mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan
:
1. Melakukan abstinensi seks /
melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat
6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika
berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus
(HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum
tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru
lahir.
Apabila terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis.
Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk
penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat
replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
1. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang
meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus /
memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1. Didanosine
2. Ribavirin
3. Diedoxycytidine
4. Recombinant CD 4 dapat larut
1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin
dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan
kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1. Pendidikan untuk menghindari alcohol
dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol
dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
2. Menghindari infeksi lain, karena
infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan
petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga
mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat
muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar
timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik
yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit
seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi
yang berhubungan dengan kelainan hospes :
·
Kerusakan
respon imun seluler (Limfosit T )
Terapiradiasi,defisiensinutrisi,penuaan,aplasia
timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
·
Kerusakan
imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia
kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati
(peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan
Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran
activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya
massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan
pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat
(anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD
postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan
pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan
sebagainya.
Tanda :
Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus –
menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau
tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi
atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah,
disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi
rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan
AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi,
kurang perawatan diri.
- Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala,
perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan
penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide
paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa
terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri
kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap,
napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress
pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh,
terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam
berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas
kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe,
menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks
beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan
oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam
perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan
IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes
diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan
laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah
<200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih
besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi
imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human
ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif
protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M
yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah
sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody,
sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis
urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk
mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG
(pemeriksaan saraf)
Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
4. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi
antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu
setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi
antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent
Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang
secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).
ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang
yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot
untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay
( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada
antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan
aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan
penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24,
pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi
kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat
rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari
menjadi AIDS.
No comments:
Post a Comment