ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN
OSTEOPOROSIS
TINJAUAN
TEORI
1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme
tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran
mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas
tulang meningkat.
2. Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi
pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita
pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur
tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang
terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur,
mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan
rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun.
Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko
osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang
rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat
barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.
3. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis,
yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan
dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang
meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita
lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak
pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor
pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu
berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini
memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang.
Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia
menengah atau lanjut. Remodelling rateadalah 2-10% massa skelet per
tahun.
Proses remodelling ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya
satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF).
Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang
merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat
adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi
proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodellingakan
ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin
D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah
kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang
inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang
faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun
terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi
kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum
dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid
hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan
fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid
dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH
darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan
ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang
yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung
pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi
tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap
oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10%
terikat fosfat.
4. Faktor Resiko Osteoporosis
- Usia
- Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
- Genetik
- Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
- Seks (wanita > pria)
- Riwayat keluarga
- Lingkungan, dan lainnya
- Defisiensi kalsium
- Aktivitas fisik kurang
- Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
- Merokok, alkohol
- Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
- Hormonal dan penyakit kronik
- Defisiensi estrogen, androgen
- Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
- Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
- Sifat fisik tulang
- Densitas (massa)
- Ukuran dan geometri
- Mikroarsitektur
- Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko
faktur panggul yaitu,:
- Penurunan respons protektif
- Kelainan neuromuskular
- Gangguan penglihatan
- Gangguan keseimbangan
- Peningkatan fragilitas tulang
- Densitas massa tulang rendah
- Hiperparatiroidisme
- Gangguan penyediaan energi
- Malabsorpsi
-
5. Klasifikasi Osteoporosis
Dalam terapi hal yang perlu
diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita.
Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
- Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan
dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di
tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada
usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria
dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
- Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan
oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
- Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada
laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang
tidak diketahui.
6. Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah
suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang,
yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan
tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang
dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan
struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral
yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah
mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik
terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan
matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen
(5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik
tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi
sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung.
Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan
penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik
sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti
oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian
eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat
diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis
Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi
tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga
insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat.
Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone
marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan
TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan
kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin
tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif
kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause,
sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis
Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan
kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar
58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling
tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D
juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium
dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari
yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena
akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis,
karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen
yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita
tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada
laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG)
akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan
terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan
(merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga
harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan
penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
7. Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat
selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak
menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat
terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis
adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.
Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada
punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat
kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya
akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat
meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur.
Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan
berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat
disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada
terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
- Patah tulang akibat trauma yang ringan.
- Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
- Gangguan otot (kaku dan lemah)
- Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya
secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat
osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita
menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi
dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri
jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah
bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa
mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya
osteoporosis seperti :
-
Tinggi badan yang makin menurun.
-
Obat-obatan yang diminum.
-
Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
-
Jumlah kehamilan dan menyusui.
-
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
-
Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari
cukup.
-
Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
-
Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan
Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus
diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan
penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan
osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi
badan.
Pemeriksaan
Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada
osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.
Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra.
-
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan
dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan
Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
- Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
- Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
- Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
- Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
9. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus
mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan
untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor
makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif
dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan
jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol,
kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi
osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian
obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis
rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti
kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis
dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
PROSES KEPERAWATAN
1.Pengkajian
1. Assesment
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
1. Assesment
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.
Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.Manifestasi radiologi
a.Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.
a.Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.
2. Diagnosa
dan perencanaan kep.
Nyeri sehubungan dengan dampak
sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang
Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri
Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam kurang lebih 15 menit
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.
Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi nyerinya.
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
Klien mampu melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rencanakan tentang pemberian program latihan :
bantu klien jika diperlukan latihan
ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
ajarkan pentingnya latihan
Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
Peningkatan latihan fisik secara adequat :
Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
ADL secara independent
Dengan latihan fisik :
Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
Program latihan merangsang pembentukan tulang
Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae
Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
INTERVENSI
RASIONAL
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya :
Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah
Amati lantai yang membahayakan klien
Berikanpenerangan yang cukup
Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
Kaji kebutuhan untuk berjalan
Konsultasi dengan ahli terapis
Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan
Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
Rujuk klien pada ahli gizi
Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang
Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang
Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri
Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam kurang lebih 15 menit
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.
Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi nyerinya.
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
Klien mampu melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rencanakan tentang pemberian program latihan :
bantu klien jika diperlukan latihan
ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
ajarkan pentingnya latihan
Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
Peningkatan latihan fisik secara adequat :
Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
ADL secara independent
Dengan latihan fisik :
Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
Program latihan merangsang pembentukan tulang
Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae
Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan :
Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
INTERVENSI
RASIONAL
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya :
Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah
Amati lantai yang membahayakan klien
Berikanpenerangan yang cukup
Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
Kaji kebutuhan untuk berjalan
Konsultasi dengan ahli terapis
Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan
Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
Rujuk klien pada ahli gizi
Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang
Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
Penarikan yang terlaluk keras
akanmenyebakan terjadinya fraktur.
Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis.
Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis.
Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.
No comments:
Post a Comment